• Beranda
  • Berita
  • Ketua DPD RI minta pemerintah bangun pabrik ekstraksi aspal Buton

Ketua DPD RI minta pemerintah bangun pabrik ekstraksi aspal Buton

18 Juni 2021 12:36 WIB
Ketua DPD RI minta pemerintah bangun pabrik ekstraksi aspal Buton
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Tenggara. ANTARA/HO-DPD RI/aa.

Apakah kita akan bersuka cita menyambut 1 abad aspal Buton, atau justru bersedih karena pemerintah belum juga mampu mendayagunakan anugerah Tuhan ini

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah untuk membangun pabrik ekstraksi aspal Buton untuk menghentikan impor aspal.

Hal ini disampaikan Ketua DPD LaNyalla saat menghadiri acara ramah tamah yang diadakan Wali Kota Baubau AS Tamrin, di rumah jabatan Wali Kota Baubau, Kamis (17/6) malam. Kegiatan ini juga diikuti Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi dan Sultan Buton ke-40 La Ode Muhammad Izzat Manarfa.

Ketua DPD LaNyalla yang hadir didampingi Ketua Komite III Sylviana Murni dan tiga anggota DPD Dapil Sultra Amirul Tamim, Dewa Putu Ardika Seputra, Andi Nirwana, menyinggung mengenai potensi alam Pulau Buton.

Salah satunya adalah aspal Buton yang merupakan aspal alam dengan cadangan terbesar di dunia, yaitu mencapai 694 juta ton dengan kadar bitumen 15-35 persen. Diperkirakan dengan cadangan aspal sebesar itu dapat memasok pembangunan jalan nasional selama 330 tahun, dengan asumsi kebutuhan aspal sebesar 2 juta ton/tahun.

“Apakah kita akan bersuka cita menyambut 1 abad aspal Buton, atau justru bersedih karena pemerintah belum juga mampu mendayagunakan anugerah Tuhan ini dengan maksimal dan optimal untuk kemajuan bangsa dan negara ini?” tanya LaNyalla.

Baca juga: Kadin : Aspal Buton berpeluang besar digunakan pada jalan nasional

Aspal Buton akan genap berusia 100 tahun atau 1 abad pada tahun 2024. Namun LaNyalla merasa Indonesia belum bisa memaksimalkan potensi alam yang ada di Bumi Seribu Benteng tersebut karena lebih banyak melakukan impor untuk kebutuhan dalam negeri.

“Karena sampai hari ini pemerintah membangun infrastruktur jalan tanpa menggunakan aspal Buton. Dengan segudang alasan, termasuk tidak efisiennya aspal Buton, sehingga lebih baik pemerintah melakukan impor aspal minyak,” ujar Ketua DPD LaNyalla.

Menurut dia, upaya pemerintah dalam mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan aspal Buton masih kurang tepat sasaran dan tidak menyentuh inti substansi dari permasalahan yang sebenarnya.

“Yang selalu menjadi perhatian pemerintah adalah bagaimana mengoptimalkan produksi aspal Buton untuk mengurangi impor aspal minyak. Pada saat ini produksi aspal Buton dalam bentuk granular adalah tidak lebih dari 70.000 ton per tahun,” kata Ketua DPD LaNyalla.

Sedangkan kebutuhan aspal nasional adalah 1,5 juta ton per tahun. Akibatnya lebih dari 1 juta ton per tahun, Indonesia masih harus memenuhi kebutuhan aspal dari aspal minyak impor.

Baca juga: Bahlil: Kabupaten Buton menjadi kawasan ekonomi khusus aspal

“Kalau pun sekarang ini pemerintah berhasil mengoptimalkan produksi aspal Buton granular dari 70.000 ton per tahun, misalnya menjadi 350.000 ton per tahun. Maka tetap saja Indonesia masih akan harus terus mengimpor aspal minyak sebesar 650.000 ton per tahun,” sebut Ketua DPD LaNyalla.

Dengan demikian, lanjutnya keberadaan aspal Buton pun masih belum mampu menjadikan "Tuan Rumah di Negeri sendiri’. Untuk itu aspal Buton harus diproses terlebih dahulu menjadi aspal Buton full ekstraksi dan tknologi untuk prosesnya secaraan ekonomis  pun sudah ada.

“Dengan asumsi kandungan bitumen rata-rata adalah 20 persen, maka untuk menghasilkan aspal Buton full ekstraksi sejumlah 1 juta ton per tahun, diperlukan bahan baku sebanyak 5 juta ton per tahun,” katanya.

Oleh karena itu Ketua DPD LaNyalla mengimbau pemerintah segera mengupayakan sejumlah langkah strategis, dimulai dengan pembuatan peta jalan menggantikan impor 1 juta ton per tahun aspal minyak dengan aspal Buton dalam kurun waktu 10 tahun.

“Pemerintah harus melakukan asesmen dan pengkajian yang mendalam terhadap kehandalan dan keekonomian dari teknologi ekstraksi,” kata LaNyalla.

Baca juga: Bahlil: 50 persen kebutuhan aspal nasional diharapkan dari Buton
 

Pewarta: Hernawan Wahyudono
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021