• Beranda
  • Berita
  • KPPA: Pemberian susu kental manis berpotensi langgar hak anak

KPPA: Pemberian susu kental manis berpotensi langgar hak anak

19 Juni 2021 17:00 WIB
KPPA: Pemberian susu kental manis berpotensi langgar hak anak
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan, Kemen PPPA, Entos Zainal. (ANTARA/HO-Kemen PPPA)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyampaikan bahwa pemberian makanan tidak bergizi kepada anak seperti susu kental manis berpotensi melanggar hak anak.

"Kita harus jaga betul agar susu kental manis tidak diberikan kepada bayi. Pemenuhan hak anak terlanggar bila susu kental manis terus diberikan sebagai minuman pengganti susu untuk anak," kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan, Kemen PPPA Entos Zainal dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Ia mengatakan bahwa memenuhi hak anak atas makanan bergizi menjadi upaya bersama agar tidak menjadi korban stunting.

Baca juga: IBI: Kental manis masih banyak diberikan sebagai minuman balita

Demi mempercepat target penurunan prevalensi stunting, ia menyampaikan, Kementerian PPPA mengajak seluruh elemen masyarakat ikut berperan mengkampanyekan ASI eksklusif sebagai bekal anak tumbuh dengan status gizi yang baik.

"Isu kesehatan yang paling berpengaruh pada anak dan remaja adalah stunting, malnutrisi, anemia, penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, HIV/ AIDS, kekerasan, rokok dan narkoba," papar Entos dalam diskusi Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) bertema Lingkaran Setan Gizi Buruk di Indonesia.

Ketua Bidang Advokasi KOPMAS R. Marni menyampaikan permasalahan gizi anak dan remaja bersumber pada keluarga.

"Bagaimana kebiasaan makan anak, bagaimana gaya hidup anak saat remaja hingga dewasa, apakah anak-anak tumbuh dengan gizi yang cukup atau malah beresiko anemia, ini tergantung dari bagaimana perlakuan keluarga terhadap anak," katanya.

Baca juga: Penelitian tunjukkan 28,9 persen ibu anggap SKM susu pertumbuhan

Saat mengadvokasi gizi untuk masyarakat di Ciboleger dan Ciemes, Marni mengungkapkan bahkan masyarakat yang selama ini dikenal hidup dengan kearifan lokal, mengkonsumsi makanan yang bersumber dari alam pun beresiko gizi buruk.

"Jika dulu masyarakat Baduy ini identik dengan hidup tanpa teknologi, sekarang mereka sudah akrab dengan gadget dan televisi. Dampaknya adalah, anak-anak Baduy yang biasanya makan singkong, sayur dan ikan-ikanan, kini terbiasa makan sosis, baso, nugget dan pagi sarapan dengan sereal atau susu kental manis. Bahayanya adalah, orang tua tidak paham bahwa apa yang dimakan anak-anak mereka tidak sesehat menu dari ladang yang dahulu biasa mereka konsumsi," katanya.

Menanggapi hal itu, Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (HIMPSI), Wiwin Hendriani mengatakan persoalan kental manis masih menyisakan pekerjaan yang panjang bagi pemerintah.

"Iklan susu kental manis sebagai sumber gizi tunggal memang sudah di hapus, tapi bukan berarti dengan iklannya di stop kebiasaan masyarakat langsung berbalik, tidak mungkin seperti itu. Maka yang harus dilakukan adalah mengkoreksi dengan informasi yang benar. Iklan yang salah harus diperbaiki dengan iklan yang menampilkan informasi yang benar," tegasnya.

Baca juga: Penelitian sebut kekerdilan anak karena kental manis dianggap susu
Baca juga: Kemensos dorong pendamping PKH perkuat SDM penanganan stunting
Baca juga: BKKBN dorong konsumsi susu berkualitas untuk tekan stunting

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021