"Tidak hanya karena bernilai ekonomis, pertanian tanpa menggunakan kimia penting untuk menjaga kesuburan tanah," ujar Navitri Putri Guillaume dalam diskusi bertema "Pulang Membangun Kampung" dipantau daring di Jakarta, Sabtu.
Kendati demikian, ia mengaku tidak mudah menerapkan pertanian secara organik atau tanpa bahan kimia di tengah petani saat ini yang cenderung lebih suka menggunakan bahan kimia untuk hasil maksimal.
Baca juga: Pemkot Malang beri pendampingan teknis sektor pertanian organik
"Memang agak susah melakukan itu. Saya juga banyak sekali mendapatkan pertentangan karena menurut mereka kenapa kita harus mundur lagi dan repot-repot seperti jaman dulu," ucapnya.
Berbekal tanah pusaka milik keluarga besarnya di Batu Sangkar, Sumatera Barat, Navitri Putri pun mulai menggarap lahannya. Ia pun harus memulai dari ketidaktahuan, dan terus belajar tentang segala hal hingga sekarang.
Navitri membangun kebun dengan sistem pertanian terintegrasi dari kegiatan mengolah sawah, berkebun, dan beternak. "Tanpa sadar saya telah membangun ekosistem pelan-pelan dan membentuk ekonomi skala kecil," katanya.
Ia mengakui bahwa penggarapan lahan pertanian secara organik tidak akan menghasilkan kuantitas produk sebanyak produk kimia. Namun, ia yakin produk yang dihasilkan akan lebih sehat dan tanah tetap subur.
Pada akhirnya, lanjut dia, aktivitas pertanian dapat terus berkelanjutan dan menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan.
"Kesadaran menjaga kualitas produk pertanian dan restorasi tanah menjadi salah satu misi saya dalam menggarap sawah tanpa menggunakan bahan kimia," ucapnya.
Baca juga: Akademisi: Pertanian organik bermanfaat bagi kesuburan tanah
Baca juga: Anggota DPD: Pertanian organik di Bali hadapi berbagai tantangan
Baca juga: Mendulang rupiah dari "urban farming"
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021