Rusdy Rukmarata, koreografer dan direktur artistik EKI (Eksotika Karmawibhangga Indonesia) Dance Company mengambil siasat untuk beradaptasi secara virtual sejak pertengahan 2020.
"Kolaborasi, bisa jadi kunci yang dibutuhkan seni untuk dapat beradaptasi dalam situasi seperti apa pun,” kata Rusdy dalam siaran pers, Selasa.
Kerja keras dan kolaborasi juga yang menyelamatkan EKI Dance Company ketika harus berhadapan dengan pandemi. Sebelum pandemi, EKI merencanakan pentas rutin untuk melanjutkan program "EKI Update" serta beberapa produksi permintaan pihak swasta. Sayangnya semuanya batal, namun bukan berarti kerja seni boleh berhenti.
Pada awal pandemi, bersama Yola Yulfianti -- rekan Rusdy saat menjabat anggota Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta -- mereka menggagas platform panggung virtual di Youtube dengan nama Indonesia Dance Network (IDN).
Salah satu programnya adalah "Saweran Online" yang juga bekerja sama dengan platform OVO sehingga memungkinkan penonton di mana saja bisa mengapresiasi karya-karya tari di IDN dengan cara menyawer.
Kemudian bersama sutradara film Nia Dinata, penulis skenario film Titien Wattimena, musisi Oni Krisnerwinto dan sejumlah seniman lainnya, Rusdy menggarap film musikal Lutung Kasarung #musikalDiRumahSaja. Program itu diselenggarakan oleh IndonesiaKaya dan Boowlive.
Secara pencapaian jumlah penonton, musikal Lutung Kasarung mencapai lebih dari 500.000 viewers dalam waktu seminggu.
“Hal itu sangat fantastis, karena kalau dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta yang berkapasitas 500 seats, butuh berapa lama untuk mencapai angka ini?” kata Rusdy.
Baca juga: Seni dan jalan hidup WS Rendra
Selama tahun 2020, Rusdy juga menggarap dua film musikal lain yaitu "Jaka Tarub" dan "Calon Arang" yang ditayangkan di TVRI. Sedangkan proyek yang baru dituntaskan adalah pertunjukan "Milenium Pancasila" untuk sekolah Santa Ursula BSD yang bertepatan dengan Hari Lahirnya Pancasila.
Pertunjukan itu ditampilkan di kanal youtube SMA Santa Ursula dan EKI Dance Company. Untuk ke depannya, juga ada penggarapan Konser Musikal ‘Mimpi’ yang diprakarsai Karya Musik Indonesia dan Benih Baik yang berkolaborasi dengan Metro TV.
Membuka peluang
Sekitar 25 tahun lalu sebelum EKI Dance Company terbentuk, setiap menggelar produksi pertunjukan, Rusdy dan penari lain dipusingkan oleh urusan jadwal, karena penari yang tergabung dalam produksinya juga sedang terlibat di produksi lain.
Proses latihan pun tidak maksimal dan tidak jarang terpaksa batal karena penari yang tergabung dalam produksi tidak banyak jumlahnya.
Untuk mengatasi hal itu, Rusdy memutar otak, tenaga dan dana dengan merekrut sejumlah remaja yang "mungkin saja tak punya bakat seni yang baik". Namun, sepanjang mereka mau dilatih dan kerja keras untuk jadi penari, maka peluang untuk berhasil tetap terbuka lebar.
"Saya mengajak sejumlah teman dan rekan senior untuk mau jadi guru mereka, bukan saja kelas teknik menari juga sastra, etika, bahkan filsafat,” Rusdy mengenang langkahnya ketika mendirikan EKI Dance Company.
Ia berpendapat, remaja yang belum mampu menari perlu waktu untuk berlatih dan berproses. Sedangkan menjadikan mereka penari professional adalah pekerjaan yang lain lagi.
Beberapa di antara remaja yang direkrutnya sempat terlibat urusan yang tidak ringan, seperti masalah keluarga, pemakai narkoba, hingga keterikatan pada seks. Namun semua itu merupakan tantangan yang pada akhirnya menghasilkan peluang untuk semua pihak yang terlibat.
"EKI, menjadi dance company juga bengkel, buat remaja yang ingin memperbaiki hidupnya melalui seni. Dengan kerja keras dan kolaborasi dengan banyak pihak, kami bisa terus ada hingga 25 tahun,” ujar Rusdy.
Baca juga: Suarahgaloka pentaskan monolog serial "Bung Karno"
Baca juga: Pentas seni Idul Fitri untuk ribuan PMI di Taipei ditiadakan
Baca juga: Pentas seni di antara revitalisasi TIM
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021