Pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana, Jhon Tuba Helan, menilai, deklarasi referendum agar Presiden Jokowi kembali memimpin untuk periode ketiga kalinya adalah melanggar konstitusi.... i itu sudah jelas melanggar konstitusi karena di dalam konstitusi sudah mengatur secara jelas bahwa presiden itu hanya boleh memimpin 2 x 5 tahun dan undang-undang mengatur itu...
"Deklarasi itu sudah jelas melanggar konstitusi karena di dalam konstitusi sudah mengatur secara jelas bahwa presiden itu hanya boleh memimpin 2 x 5 tahun dan undang-undang mengatur itu," katanya, kepada ANTARA di Kupang, Rabu.
Baca juga: Guspardi nilai dorong tambah masa jabatan presiden khianati reformasi
Ia menyatakan ini menanggapi deklarasi komite referendum NTT Jokowi tiga periode yang digelar di Kupang, Senin lalu (21/6).
Ia bilang, rumusannya ada pada pasal 7 UUD 1945, bahwa presiden menjabat lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan maka tidak diijinkan lagi untuk mencalonkan diri pada periode ketiga.
Baca juga: Ahli politik UI pertanyakan motif di balik wacana amandemen UUD 1945
"Tetapi jika ada orang atau kelompok tertentu menginginkan agar Presiden Joko Widodo menjabat di tahun (periode) ketiga maka saya katakan sekali lagi sudah jelas melanggar konstitusi," ujar dia.
Namun jika ada yang menginginkan agar kepemimpinan presiden itu lebih dari dua periode, misalnya menjadi tiga tahun, empat periode, atau juga presiden seumur hidup maka harus ubah dulu konstitusi.
Baca juga: HNW: Manuver Capres tiga periode tindakan Inkonstitusional
Untuk mengubah konstitusi tegas dia tidak bisa melalui deklrasi referendum tetapi dibahas terlebih dahulu di MPR dan membutuhkan waktu yang lama.
"Saat ini masanya reformasi bukan Orde Baru, sehingga tidak ada namanya mengubah konstitusi melalui referendum. Lagi pula pada era reformasi ini perubahan konstitusi bukan lagi diberikan kepada rakyat tetapi dibahas MPR," kata dia.
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021