• Beranda
  • Berita
  • Anggota KPU ajukan uji materi soal putusan DKPP final mengikat

Anggota KPU ajukan uji materi soal putusan DKPP final mengikat

23 Juni 2021 14:47 WIB
Anggota KPU ajukan uji materi soal putusan DKPP final mengikat
Anggota KPU RI Arief Budiman (ANTARA/Boyke Ledy Watra)
Anggota KPU RI Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bersifat final dan mengikat ke Mahkamah Konstitusi.

Anggota KPU RI Arief Budiman dalam keterangan di Jakarta, Rabu, mengatakan permohonan tersebut telah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi dengan nomor tanda terima Mahkamah Konstitusi Nomor 2091/PAN.MK/VI/2021.

"Pada pokoknya permohonan pengujian Undang‑Undang ini terkait ketentuan Pasal 458 ayat (13) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur bahwa putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bersifat final dan mengikat," kata Arief.

Para Pemohon, lanjutnya, juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tafsir atas frasa “putusan” DKPP dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai sebagai sebuah keputusan.

Baca juga: Evi: Putusan DKPP berhentikan Arief dari Ketua KPU berlebihan

Menurut dia, akibat adanya norma dalam pasal‑pasal yang menjadi objek permohonan, tidak saja merugikan hak konstitusional para pemohon tetapi juga telah merenggut hak asasi manusia para pemohon yang dilindungi oleh konstitusi, sehingga harkat dan martabat serta hak asasi para pemohon menjadi tercederai karena pelaksanaan pasal tersebut oleh DKPP.

Keberadaan pasal yang sampai saat ini masih menjadi dalil DKPP atau setidaknya oleh sejumlah anggota DKPP yang ternyata dipergunakan untuk tidak mengakui Evi Novida Ginting sebagai anggota KPU yang sah, meskipun telah ada Putusan PTUN Jakarta yang membatalkan Kepres tindak lanjut atas putusan DKPP.

Menurutnya terhadap putusan PTUN Jakarta, Presiden juga tidak melakukan banding sehingga putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, identitas sebagai penjahat etika seolah‑olah selalu dilekatkan kepada Evi Novida yang dalam beberapa pernyataan publik disampaikan oleh Ketua DKPP, meskipun fakta persidangan sama sekali tidak mendukung hal itu.

Kemudian, lanjut dia kerugian konstitusional juga dialami dirinya karena diputuskan melanggar etika, oleh sebab tindakannya mendampingi Evi Novida di PTUN Jakarta.

Baca juga: KPU hormati putusan DKPP berhentikan komisionernya

Tindakan tersebut sesungguhnya merupakan salah satu perwujudan hak dalam rangka untuk memastikan anggotanya dalam semangat kolektif kolegial mendapatkan hak atas pengadilan yang adil.

Hal itu juga sekaligus merupakan duty of care atau semacam kewajiban untuk memperdulikan sesama kolega atau anggota dari sebuah kelembagaan dari kewajiban seorang pimpinan.

Pengujian atas norma putusan DKPP yang final dan mengikat itu sudah pernah dilakukan uji materiil sebelumnya, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU‑XI/2013 pada 3 April 2014.

MK menyatakan dalam putusan a quo bahwa sifat final dan mengikat atas putusan DKPP tidak sama dengan lembaga peradilan, tetapi harus dimaknai final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan bawaslu.

Para pemohon dalam petitumnya juga memohonkan agar frasa "putusan" DKPP dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai sebagai sebuah "keputusan", oleh karena DKPP adalah organ tata usaha negara sebagaimana putusan MKRI Nomor 115/PHPU.D‑XII/2013.

Baca juga: Evi Novida menilai putusan DKPP memberhentikannya cacat hukum

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021