• Beranda
  • Berita
  • Bahas stunting, Kepala BKKBN sayangkan BLT yang dibelikan rokok

Bahas stunting, Kepala BKKBN sayangkan BLT yang dibelikan rokok

23 Juni 2021 18:35 WIB
Bahas stunting, Kepala BKKBN sayangkan BLT yang dibelikan rokok
Tangkapan layar Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam webinar rangkaian peringatan Hari Keluarga Nasional ke-28 bertema Sobat Milenial Yuks Cegah Stunting yang diadakan BKKBN diakses dari Jakarta, Rabu (23/6/2021). (ANTARA/Virna P Setyorini)

Betapa sedih, kita kasih BLT di bawah sejuta rupiah tapi merokoknya Rp600 ribu sebulan

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyayangkan adanya keluarga penerima bantuan langsung tunai (BLT) yang membelanjakan sebagian besar uangnya untuk membeli rokok alih-alih untuk akses pangan bernutrisi untuk mencegah stunting anak-anaknya.

"Betapa sedih, kita kasih BLT di bawah sejuta (rupiah) tapi merokoknya Rp600 ribu sebulan. Karena kalau kita survei, pengeluaran keluarga pertama itu untuk padi-padian, kedua untuk tembakau," kata Hasto saat membuka webinar rangkaian peringatan Hari Keluarga Nasional ke-28 bertema Sobat Milenial Yuks Cegah Stunting yang diadakan BKKBN diakses dari Jakarta, Rabu.

Baca juga: BKKBN: Lansia punya pengalaman untuk bantu atasi persoalan stunting

Jadi, menurut dia, jika keluarga mau melakukan refocusing belanja kebutuhan pokoknya dan diarahkan juga untuk mencukupi kebutuhan masa depan anak-anaknya, akan sangat membantu mengatasi persoalan stunting.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya, terganggu perkembangan otaknya yang sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.

Baca juga: BKKBN dorong konsumsi susu berkualitas untuk tekan stunting

Sebelumnya Hasto mengatakan ada faktor-faktor sensitif yang dapat mempengaruhi anak terkena stunting. Kondisi lingkungan, kemiskinan, ketersediaan air bersih, dan juga masalah akses pangan menjadi beberapa faktor tersebut. Ada pola mainset pola makan dan persoalan strastegi inkubasi.

Namun demikian, menurut dia, sebetulnya tidak semua faktor tersebut ada dalam posisi rendah. "Contoh masalah kemiskinan. Hari ini orang merasa miskin kemudian beralasan tidak bisa mengakses makanan, tapi kalau dicek pengeluaran keluarganya banyak belanja yang tidak penting. Di desa kalau dicek ada kredit motor, kulkas, macam-macam. Itu belenggu ekonomi rakyat".

Baca juga: BKKBN sebut edukasi dan intervensi gizi penting cegah stunting

Ia lalu menyebutkan hasil survei yang pernah dilakukan saat dirinya menjabat sebagai Bupati Kulon Progo, di mana masyarakat di sana diketahui membelanjakan Rp1,2 miliar untuk rokok dan Rp800 juta untuk pulsa dalam setahun. Karenanya dirinya melakukan refocusing belanja masyarakat ketika itu.

Hasto mengatakan hal yang diperlukan adalah mengubah pola pikir masyarakat, dan itu sebenarnya tidak membutuhkan uang banyak, hanya mendorong kesadaran tinggi mereka saja. Hal itu termasuk dalam hal menjaga lingkungan yang juga menjadi faktor sensitif menjaga kesehatan masyarakat.

Baca juga: BKKBN berupaya tekan kasus stunting hingga 14 persen pada 2024

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021