Gulnar Ubul yang juga Wakil Ketua Asosiasi Sains dan Teknologi Xinjiang turut berpidato pada pertemuan tersebut.
"Sebagai akademisi dari etnis Uighur, saya menyaksikan perubahan dalam beberapa tahun terakhir di Xinjiang. Perkembangan HAM di daerah kami juga telah disaksikan oleh komunitas internasional," kata akademisi perempuan itu dalam pertemuan tersebut.
Menurut dia, lebih dari empat tahun di daerahnya sudah tidak pernah terjadi lagi tindak kekerasan dan masyarakat setempat menikmati pembangunan ekonomi dan sosial yang lebih baik.
Foto Gulnar pernah terpasang di sebuah pameran di Jenewa, Swiss, pada Februari 2020, dengan penyebutan sebagai akademisi Xinjiang yang ditahan dan hilang.
Baca juga: China nyatakan sidang genosida Uighur di Inggris ilegal
Baca juga: Jepang, Australia suarakan keprihatinan serius atas situasi Xinjiang
"Saya berharap pihak-pihak asing anti-China tidak menistakan saya atau akademisi dari suku lain di Xinjiang," ujarnya dikutip Global Times.
Gulnar bekerja di Kashi University di Kota Kahsgar, Xinjiang, yang kemudian diangkat sebagai Wakil Direktur Biro Teknologi Pertanian di daerah itu sebelum menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua Asosiasi Sains dan Teknologi.
Ia menyebutkan daerahnya telah berhasil dalam mengatasi kemiskinan. Sekitar 3,06 juta jiwa yang tinggal di perdesaan terbebas dari kemiskinan. Lalu 3.666 desa dan 35 kabupaten di Xinjiang telah bebas dari kemiskinan.
"Setiap tahun, pemerintah daerah menggunakan 70 persen anggaran untuk kesejahteraan rakyat dan utilitas umum. Orang-orang dari semua kelompok etnis sekarang menikmati kehidupan yang bahagia," ucapnya.
Baca juga: Ledakan bom di Pakistan tewaskan empat orang, termasuk seorang anak
Baca juga: Inggris tak akan menuntut delegasi konferensi iklim divaksin COVID
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021