Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan hunian tetap (huntap) bagi penyintas bencana tahun 2018 di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala mesti bisa mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender (KBG) dan kekerasan terhadap anak (KTA).
"Kajian tentang KGB dan KTA dari berbagai disiplin ilmu dan pengalaman para praktisi dapat diaplikasikan pada desain hunian yang terintegrasi dengan fasilitas terbangun," kata Ketua Satgas Penanggulangan Bencana di Sulteng Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto dihubungi ANTARA di Kota Palu, Jumat.
Sehingga para penyintas, terutama kaum perempuan dapat memperoleh kemudahan dan akses untuk memenuhi kebutuhannya.
"Kajian bersama para ahli penting dilakukan untuk mencegah secara dini berbagai kemungkinan terjadinya KGB dan KTA yang dialami penyintas pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana 2018 di Sulteng melalui huntap yang dapat melindungi mereka dari tindak kekerasan seperti itu," ujarnya.
Baca juga: Warga Donggala aksi jalan kaki Donggala-Palu menuntut hunian tetap
Baca juga: ASPAC segera bicarakan desain RTH bersama korban likuefaksi Balaroa
Sementara itu Spesialis Gender Bank Dunia Nur Aisyah menerangkan pentingnya mitigasi risiko KBG dan KTA pada proyek pembangunan huntap di tiga daerah terdampak bencana 2018 di Sulteng tersebut.
Dengan tiga poin dasar mekanisme mitigasi melalui penerapan pada pertama, dokumen lelang, kedua, kode etik bagi semua pelaksana dan pekerja.
Ketiga, akses layanan pengaduan yang terintegrasi dengan mekanisme yang telah tersedia di Sulteng.*
Baca juga: Ketersediaan air bersih di huntap Duyu Palu masih minim
Baca juga: Kementerian PUPR genjot progres rehabilitasi pascagempa Sulteng
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021