• Beranda
  • Berita
  • Menkes: KB pilar pertama cegah kematian ibu dan stunting

Menkes: KB pilar pertama cegah kematian ibu dan stunting

25 Juni 2021 19:45 WIB
Menkes: KB pilar pertama cegah kematian ibu dan stunting
Tangakapan layar - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berbicara dalam webinar bertajuk “Keluarga Berencana Keren untuk Cegah Kematian Ibu dan Stunting” dalam rangka perayaan Hari Keluarga Nasional ke-28 diaskes di Jakarta, Jumat (25/6/2021). ANTARA/Virna P Setyorini/aa.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan Keluarga Berencana (KB) merupakan pilar pertama yang mempunyai peran penting dalam mencegah kematian ibu dan kekerdilan (stunting) pada anak.

“Keluarga berencana merupakan pilar pertama dari safe motherhood yang mempunyai peranan penting dalam menurunkan risiko kematian ibu, dan juga membentuk generasi berkualitas,” kata Menkes pada webinar bertajuk “Keluarga Berencana Keren untuk Cegah Kematian Ibu dan Stunting” dalam rangka perayaan Hari Keluarga Nasional ke-28 yang diakses di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan kesehatan ibu dan anak menjadi satu indikator keberhasilan dari kesehatan suatu negara. Upaya peningkatan kesehatan ibu juga dilakukan dengan keluarga berencana, yang merupakan upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan.

Selain itu, mengatur juga kehamilan melalui promosi perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas, ujar Budi.

Baca juga: KHKRI: Program KB efektif tekan kasus stunting

Baca juga: Gubernur Bali ajak BKKBN sinergi berantas stunting

Berdasarkan data lanset secara global, keluarga berencana berhasil mencegah 44 persen kematian ibu. Melalui KB, ia mengatakan kehamilan berisiko maupun kehamilan yang tidak diinginkan dapat dicegah, sehingga kematian ibu akibat komplikasi dapat diturunkan.

"Saya berharap setiap pasangan dapat mengenal dan memahami program keluarga berencana ini. Persiapan kehamilan juga harus didukung dengan pemenuhan asupan gizi calon ibu melalui konsumsi makanan bergizi seimbang dan minum tablet tambah darah secara teratur," ujar Budi.

Ini penting dilakukan guna menghindari risiko anemia dan kurang energi kronis yang dapat mengakibatkan komplikasi kehamilan dan risiko kelahiran bayi dengan berat lahir rendah.

Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015, dua perempuan di Indonesia meninggal setiap jam akibat komplikasi selama kehamilan, melahirkan dan nifas. Pada 2020 tercatat 4.614 kasus kematian ibu yang 50 persen terjadi di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara dan Aceh.

Angka Kematian Ibu (AKI) yang termasuk tertinggi di Asia Tenggara, serta kesehatan ibu, sangat erat kaitannya dengan kekerdilan, yaitu masalah kurang gizi kronis akibat asupan gizi yang tak memadai dalam jangka waktu panjang sehingga pertumbuhan anak terganggu.
 
Berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia 2019, sebanyak 27,7 persen balita di Indonesia mengalami kekerdilan.*

Baca juga: Memadukan kampung KB dan kampung nelayan di tepi Selat Malaka

Baca juga: Desa Simpang Empat, dulu tertinggi kasus kekerdilan kini percontohan

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021