Pemerintah Taiwan diminta memasukkan para pekerja migran dalam program jaringan perlindungan pandemi COVID-19.Kami sudah beberapa kali mengingatkan pemerintah agar pekerja migran, khususnya 50 ribu lebih yang kaburan (melarikan diri dari majikan) dimasukkan dalam jaringan perlindungan pandemi
"Kami sudah beberapa kali mengingatkan pemerintah agar pekerja migran, khususnya 50 ribu lebih yang kaburan (melarikan diri dari majikan) dimasukkan dalam jaringan perlindungan pandemi," kata pendiri Global Workers' Organzation (GWO) Karen Hsu saat dihubungi ANTARA dari Beijing, Senin.
Dengan dimasukkannya para pekerja migran tersebut, maka pandemi di kepulauan itu akan lebih terkendali.
"CECC (Pusat Komando Epidemi Taiwan) dan Pemkot Taipei telah mengumumkan adanya amnesti bagi pekerja migran kaburan bisa melakukan tes dan perawatan medis selama pandemi, namun program ini ternyata belum mendapatkan persetujuan dari MoL (Kementerian Ketenagkerjaan)," kata pimpinan LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan pekerja migran itu.
Ia melihat klaster COVID-19 di kalangan pekerja migran sebagai dampak dari sikap MoL yang menutup mata situasi asrama para pekerja migran yang tidak layak.
"Ketika MoL meminta majikan dan agensi (penyalur pekerja migran) mencarikan solusi pencegahan pada komunitas pekerja migran, majikan dan agensi justru makin kewalahan," ujarnya.
Situasi pandemi saat ini makin membuat cemas para pekerja migran yang terkurung di dalam rumah majikan atau asrama penampungan, terutama sejak munculnya klaster pekerja migran di Kabupaten Miaoli pada pertengahan bulan Juni.
Sebanyak 426 pekerja migran di Kabupaten Miaoli dinyatakan positif COVID-19 setelah pemerintah daerah setempat melarang para pekerja migran ke luar dari asrama selama pandemi tanpa memperhatikan situasi asrama yang ternyata justru menjadi tempat penularan wabah tersebut.
Baca juga: Taiwan laporkan kasus domestik pertama varian Delta COVID
Baca juga: Taiwan perketat kontrol perbatasan tekan varian COVID Delta
Oleh karena itu, GWO juga mendesak pemerintah Taiwan untuk memperhatikan berbagai fasilitas di dalam asrama penampungan para pekerja migran tersebut.
Kecemasan pandemi saat ini, lanjut Karen, juga karena minimnya persediaan vaksin.
"Selain itu sebagian pekerja migran yang tidak bisa pulang ke negaranya sementara ini harus bersabar dan terpaksa memperpanjang kontrak kerja dalam waktu terbatas," ujarnya.
Menurut dia, hal itu juga makin menambah keprihatinannya, apalagi pemerintah setempat juga belum memiliki solusi terbaik.
Pekerja migran asal Indonesia yang berjumlah sekitar 290.000 jiwa merupakan pekerja migran asing terbanyak di Taiwan.
Per 22 Juni, kasus positif COVID-19 di Taiwan telah mencapai angka 14.694 dengan jumlah kematian 635 termasuk tiga kematian baru.
Baca juga: Al Kifayah koordinir bantuan logistik KBRI Kuala Lumpur
Baca juga: Indonesia, Ethiopia perkuat hubungan pelajar melalui IESCOP
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021