Rachland lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin, menerangkan kasus peretasan terhadap data-data pribadi milik para pengkritik itu kemungkinan bukan sebuah kebetulan, karena kejadian itu membentuk pola yang sistematis.
“Tiap kali ada kontroversi publik yang dipicu kritik warga pada otoritas politik, peretasan selalu dialami oleh pengkritik. Dulu mahasiswa UGM, wartawan TEMPO juga, dan sekarang BEM UI. Kesimpulannya, bisa jadi kejadian ini bersifat sistematik,” kata Rachland.
Menurut dia, peretasan itu, yang dilakukan dengan cara mengambil data-data pribadi dan melanggar privasi warga terutama pada pengkritik, dapat berpotensi menekan hak warga bebas berpendapat.
Jika benar demikian, kata Rachland, maka ada masalah serius yang harus jadi perhatian bersama.
Baca juga: Pakar: Pengguna medsos perlu verifikasi dua langkah cegah peretasan
Baca juga: CISSReC ungkap penjualan jutaan data Dukcapil dari empat daerah
Baca juga: Polri dalami kemungkinan peretasan data BPJS Kesehatan
“Menurut saya, ini tidak boleh dianggap enteng. Kejadian ini bisa dialami oleh siapa saja, termasuk pada partai politik koalisi pemerintah dan anggota DPR,“ ujar Rachland.
Oleh karena itu, ia berharap partai politik dapat mendorong kader-kadernya di DPR RI untuk menyuarakan masalah peretasan itu.
“Penting bagi tiap partai politik untuk menggunakan fraksinya di DPR untuk menyoal masalah ini. Jangan sampai mereka ikut jadi korban hanya karena memiliki pilihan politik yang berbeda,” terang dia.
Ia menambahkan para anggota dewan patut curiga pelaku peretasan bukan kelompok warga biasa, karena mereka membutuhkan alat dan modal khusus untuk melakukan peretasan secara sistematis.
Sebelumnya, akun Whatsapp sejumlah pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) diretas oleh pihak yang belum diketahui, Senin.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021