Petugas Kejaksaan didampingi anggota kepolisian dengan sigap membantu memindahkan pria 81 tahun turun dari mobil berwarna hijau tua menuju kursi roda yang disiapkan untuk membawanya masuk ruangan pemeriksaan Kejaksaan.
Di belakang mobil tahanan sebuah ambulans bersiaga, dua petugas kesehatan dari Korps Adhiyaksa menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa hazmat dan pelindung kepala berdiri mengawasi dari belakang kursi roda.
Dengan menggunakan tongkat besi berkaki tiga, Hendra Subrata turun dari mobil tahanan dan langsung didudukkan di kursi roda dengan dibantu seorang petugas meluruskan kakinya di atas pedal kursi kesehatan tersebut.
Di usianya yang sepuh, Hendra Subrata alias Anyi menjadi buronan kedua yang dipulangkan (deportasi) dari Singapura oleh Kejaksaan Agung RI dan membawa pulang buronan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
Pemulangan Hendra Subrata hanya berjarak seminggu dari pemulangan buronan berisiko tinggi kasus korupsi dan pembalakan liar Adelin Lis, keduanya sama-sama dideportasi dari Negara Singa Putih.
Keduanya pun sama-sama buron selama hampir 10 tahun, sama-sama ketahuan berada di Singapura karena permasalahan paspor, mengingat keduanya sama-sama masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan.
Bedanya, Adelin Lis mendapat pengawalan ketat dari petugas keamanan di Singapura sejak diberangkatkan di Changi Airport Singapura, hingga sampai di Indonesia dikawal petugas keamanan Poldan Banten, dan Polres Bandara Soekarno-Hatta. Hal ini karena pengusaha bidang kehutanan itu sudah dua kali mencoba kabur dari eksekusi.
Sedangkan Hendra Subrata dinilai cukup koorporatif mengikuti jadwal kepulangan dari Kejaksaan Agung RI.
"Deportasi ini tidak berisiko tinggi karena terpidana Hendra Subrata tidak melakukan perlawanan terhadap upaya ICA Singapura, tidak dalam proses hukum Singapura, dan tidak menggunakan pengacara dan terpidana memilih menyiapkan perjalanan sendiri dengan sukarela, dengan tiket pesawat disediakan sendiri oleh terpidana," kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI.
Kooperatif
Dalam kurun waktu satu bulan, dua kali Kejaksaan Agung berhasil memulangkan buronan atau DPO yang bersembunyi di Singapura selama bertahun-tahun.
Pemulangan atau repatriasi dari buonan berisiko tinggi Adelin Lis dilakukan melalui upaya diplomasi hukum antara Kejaksaan Agung Singapura, Kementerian Luar Negeri Singapura dengan Kejaksaan Agung RI, Kementerian Luar Negeri RI, dan Duta Besar Indonesia di Singapura.
Sedangkan deportasi terpidana Hendra Subrata alias Anyi alias Endang Rifai tidak memerlukan diplomasi pada level atas sehingga tingkat kesulitannya tidak setinggi pemulangan Adelin Lis pada Sabtu (19/6).
Antara rentang waktu tanggal 14-19 Juni 2021, Jaksa Agung Sanitar Burhanuddin sudah merencanakan pemulangan DPO Hendra Subrata bersama istrinya Linawaty Widjaja dengan DPO terpidana Adelin Lis menggunakan pesawat 'charter' yang telah disiapkan Kejaksaan Agung RI.
Namun, oleh karena Kementerian Luar Negeri Singapura dan Pemerintah Singapura tidak memberikan izin untuk penjemputan dengan pesawat "charter" yang telah disediakan Kejaksaan Agung RI, permintaan ICA (Imigrasi) Singapura melalui Atase Keimigrasian KBRI Singapura tidak dapat dipenuhi.
Sehingga tanggal 19 Juni 2021 terpidana Adelin Lis kembali ke Indonesia menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan Nomor Penerbangan GA 837 dan Sabtu (26/6) Hendra Subrata dipulangkan dengan pesawat yang sama.
Buronan terpidana Hendra Subrata selama ini mendapat visa tinggal di Singapura karena alasan kemanusiaan, yaitu merawat istri yang sakit stroke di Singapura.
Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin memerintahkan upaya eksekusi terhadap Hendra Subrata dilakukan dengan memperhatikan aspek kemanusiaan di mana sejak penjemputan telah dipersiapkan Tim Medis di Bandara Soekarno-Hatta dan sesampainya di Kejaksaan Agung dilakukan pengecekan kesehatan serta pemeriksaan swab antigen oleh Tim Kesehataan Kejaksaan Agung dengan hasil sehat jasmani dan negatif COVID-19.
Oleh karena itu eksekusi terhadap buronan lansia Hendra Subrata dapat dilakukan setelah terpidana menjalani masa karantina di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung, selanjutnya akan dilakukan koordinasi dengan pihak lembaga pemasyarakatan.
"Jaksa penuntut umum atau eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Barat melaksanakan eksekusi terhadap terpidana dengan pidana kurungan badan," kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Kejahatan
Hendra Subrata alias Anyi alias Endang Rifai merupakan terpidana percobaan pembunuhan terhadap rekan bisnisnya bernama Herwanto Wibowo sebagaimana diancam dalam Pasal 338 KUHP Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP.
Pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada tanggal 22 Januari 2009, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Hendra Subrata tujuh tahun penjara. Putusan pengadilan tanggal 26 Mei 2009 menyatakan terpidana dinyatakan bersalah melakukan percobaan pembunuhan dan dijatuhkan pidana penjara selama empat tahun.
Sebelum terdakwa dinyatakan bersalah, Majelis Hakim PN Jakarta Barat tanggal 26 September 2008 telah mengubah status tahanan Hendra Subrata dari tahanan rutan menjadi tahanan kota.
Atas putusan PN Jakarta Barat, Hendra Subrata melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Tanggal 25 Maret 2010 PT DKI Jakarta menolak atau menguatkan putusan PN Jakarta Barat.
Hendra Subrata kembali melakukan upaya hukum kasasi, namun upaya hukum tersebut oleh Mahkamah Agung tanggal 8 Oktober 2020 ditolak.
Putusan Mahkamah Agung tersebut merupakan putusan akhir dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkrah). Hendra Subrata melalui kuasa hukumnya melakukan Peninjauan Kembali (PK) sebanyak dua kali, yakni tahun 2012 dan tahun 2015, yang amarnya dinyatakan tidak dapat diterima.
Hendra Subrata merupakan buronan atau DPO dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat sejak 28 September 2011. Pada saat akan dilaksanakan eksekusi, Hendra Subrata sudah tidak berada di tempatnya semula dan sejak 10 tahun lalu ia sudah berada di Singapura.
Ketahuan
Keberadaan Hendar Subrata selama pelarian di Singapura ketahuan ketika hendak mengurus perpanjangan paspor di KBRI Singapura pada 18 Februari 2021.
Pada sesi wawancara dengan Endang Rifai diperoleh informasi istri yang bersangkutan bernama Linawaty Widjaja. Setelah ditelusuri oleh Atase Imigrasi ternyata Linawaty memiliki suami bernama Hendra Subrata.
Berangkat dari kecurigaan itu, Atase Imigrasi, Atase Kepolisian,dan Atase Kejaksaan di KBRI Singapura bergerak melakukan koordinasi dan konfirmasi dengan Biro Hukum Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung RI.
Hasil penelusuran singkat diketahui Hendra Subrata adalah terpidana yang sedang buron dan belum menjalankan eksekusi.
Berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Hendra Subratan diterbitkan Dukcapil DKI Jakarta, tempat tanggal lahir Jakarta 4 Mei 1940 beralamat Jala Kamboja Nomor 1 RT 010/RW 001, Kelurahan Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat, beragama Kristen, pekerja swasta, dengan nomor KTP 0952060405400033.
Sedangkan KTP Endang Rifai diterbitkan oleh Kabupaten Tangerang, Provinsi Bekasi, tempat tanggal lahir Tangerang, 6 Mei 1948, beragama Islam, nomor KTP 3603230605480001.
Atase Kepolisian lalu melakukan pencocokan data foto, sidik jari Endang Rifai yang berada di Singapura dengan Hendra Subrata, hasilnya diperoleh kesimpulan bahwa kedua sidik jari identik dengan Hendra Subrata dan Endang Rifai, selanjutnya dilakukan proses pemulangan (deportasi).
Jaksa Agung Muda Intelijen (JAMIntel) Sunarta mengatakan deportasi Hendra Subrata terlaksana berkat kecermatan dan kesungguhan KBRI Singapura dalam menindaklanjuti kecurigaan dan temuan fungsi Imigrasi KBRI Singapura mengenai identitas paspor warga negara Indonesia (WNI) atas nama Endang Rifai dan kesamaannya dengan data WNI atas nama Hendra Subrata.
Menurut Sunarta, kerja sama lingkup internal yang efektif dan pelaksanaan koordinasi dengan Dirjen Imigrasi, Kejagung RI, dan Mabes Polri serta masing-masing fungsi atase yang berjalan lancar membuat identifikasi dan pemulangan tersebut menjadi lebih mudah.
Melalui fungsi Koordinasi, sinergitas, dan kolaborasi aparat pemerintah serta dukungan masyarakat Indonesia diharapkan semakin mempermudah dilakukan penangkapan maupun pengamanan buronan pelaku tindak pidana yang saat ini masih bersembunyi baik di dalam negeri maupun di luar negeri guna melaksanakan eksekusi putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena tidak ada tempat yang aman bagi para buronan.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021