Kementerian Perdagangan berencana membuat aturan harga acuan yang bergerak dinamis mengikuti perkembangan biaya produksi pakan dalam rangka mengatasi permasalahan fluktuasi harga pakan yang sangat berdampak kepada kinerja peternakan.Dengan adanya revisi ini, maka harga acuan diharapkan bisa mengantisipasi kenaikan biaya produksi
"Saat ini, Kemendag sedang merevisi Permendag 7/2020 tentang Harga Acuan dengan memperhitungkan biaya input yang bersifat dinamis dengan menggunakan koefisien dan konstanta," kata Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim dalam webinar Katadata bertajuk "Geliat Industri Perunggasan: Harga Pakan, DOC dan Ayam Hidup" di Jakarta, Rabu.
Menurut Isy, dalam rilisnya, revisi permendag tersebut menetapkan rumus atau formula penghitungan harga acuan yang berbasis harga input serta menetapkan koefisien pengali masing-masing komoditas barang kebutuhan pokok.
Dengan adanya revisi ini, menurut dia, maka harga acuan diharapkan bisa mengantisipasi kenaikan biaya produksi.
Harga acuan merupakan tingkat harga wajar dengan mempertimbangkan struktur biaya produksi dan distribusi, termasuk keuntungan masing-masing pelaku usaha. Harga acuan menjadi indikator pemerintah dalam rangka menjaga stabilitas harga barang kebutuhan pokok.
Beberapa waktu lalu, harga jagung lokal yang digunakan sebagai bahan pakan sempat naik hingga Rp6.000 per kilogram. Padahal, harga acuan pemerintah yakni paling tinggi Rp3.150 per kg untuk kadar air 15 persen atau paling rendah Rp2.500 per kg kadar air 35 persen di tingkat petani.
Melambungnya harga jagung, turut menyebabkan harga pakan terkerek naik dari Rp6.974 per kg pada awal tahun menjadi Rp7.379 per Mei 2021 dan bahkan Rp8.000 per Juni, yang berdampak signifikan terhadap meningkatnya biaya pembelian bahan baku dan harga pokok produksi (HPP) ayam hidup.
Hal tersebut karena jagung dan kedelai merupakan bahan baku utama atau sekitar 65 persen dari pakan ternak.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Timbul Sihombing mengungkapkan pemerintah idealnya punya cadangan jagung sebagai buffer stock nasional, agar dapat menjaga stabilitas harga dan suplai jagung dalam negeri.
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Makmun mengatakan dalam 10 tahun memang terjadi kenaikan produksi jagung.
"Dari 87 pabrik pakan yang ada, sebanyak 63 pabrik pakan (72,41 persen) berada di Pulau Jawa. Pada tahun 2020 akan terdapat sekitar 8,66 juta ton produksi jagung yang dihasilkan dari wilayah yang tidak terdapat pabrik pakan, atau setara 29,75 persen dari total produksi jagung nasional," jelasnya.
Untuk mengantisipasi lonjakan harga jagung, Kementan sudah melakukan impor gandum yang bisa digunakan sebagai substitusi jagung untuk bahan pakan ternak. Menurut Makmun, pemerintah belum membuka impor jagung karena harganya yang masih tinggi di pasar internasional.
Terkait kelebihan pasokan ayam hidup yang terjadi di tahun 2021, Makmun mengatakan ini efek dari importasi Grand Parent Stock (GPS) pada 2019 yang cukup tinggi dan juga penurunan permintaan dan mobilitas masyarakat akibat pandemi.
Untuk itu, ujar dia, Kementan akan terus melakukan pengendalian pasokan berupa pengurangan telur tetas umur 19 hari dan dievaluasi tiap bulannya untuk menjaga keseimbangan pasokan-permintaan sambil menunggu pemulihan ekonomi.
Baca juga: Kampanye makan telur, Menko Airlangga bagikan 50 ribu telur ayam
Baca juga: Kemendag bantah produk ayam Brazil akan serbu Indonesia
Baca juga: Pemerintah perlu perhatikan kebutuhan pakan peternak ayam
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021