Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward OS Hiariej, yang mewakili pemerintah saat rapat, menyampaikan pihaknya menampung usulan itu dan sepakat membahasnya bersama tim perumus dan tim sinkronisasi RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21/2021 (RUU Otsus Papua).
Usulan terkait perluasan itu sebelumnya disampaikan Fraksi Partai Gerindra DPR sebagaimana tercantum dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) Nomor 15.
Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah libatkan berbagai kementerian bahas RUU Otsus
Namun, pihak pemerintah sempat menyampaikan keberatannya, karena usulan itu tidak sejalan dengan pendapat Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XIV/2016.
Namun terkait penjelasan itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas, menjelaskan RUU Otsus harus mengatur bagaimana kewenangan khusus itu dapat dikawal sampai ke evaluasi dan pertanggungjawaban penerapannya.
"Penerapan Otsus secara teknis, yang di antaranya terkait penyerapan anggaran, dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan kota. Kami akui otsus di tingkat provinsi, tetapi di tingkat substansi kewenangan harus melibatkan kabupaten dan kota,” kata dia.
Baca juga: Pemerintah setuju bahas aspirasi masyarakat terkait RUU Otsus Papua
“Kalau ini tidak bisa dikawal sampai aspek kewenangan, saya yakin UU ini tidak akan mengubah banyak hal di Papua. Coba kita formulasikan dengan bahasa yang baik supaya tidak bertentangan,” ujar dia.
Usai mendengar penjelasan itu, Hiariej sepakat memasukkan usulan itu dalam pembahasan selanjutnya bersama tim perumus dan tim sinkronisasi.
Terkait dengan perluasan otonomi khusus sampai ke kabupaten dan kota, Fraksi Partai Nasional Demokrat DPR juga sempat mengusulkan adanya perubahan definisi pemerintahan otonomi khusus sebagaimana tercantum dalam DIM Nomor 14.
Baca juga: Komnas HAM: revisi UU Otsus harus jamin rakyat dapatkan kesejahteraan
“Pemerintahan otonomi khusus di Tanah Papua adalah subsistem pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada provinsi dan kabupaten/kota di Tanah Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar orang asli Papua,” kata Fraksi Partai NasDem DPR.
Namun, usulan itu ditolak oleh pemerintah, karena mutatis mutandis pada DIM Nomor 1 sebagaimana diusulkan Fraksi Partai NasDem DPR, kata Hiariej.
Baca juga: Pansus Papua: Suara masyarakat ingin Otsus dievaluasi menyeluruh
Fraksi Partai NasDem DP kemudian menyetujui poin keberatan pemerintah itu.
Oleh karena itu, DPR dan pemerintah sepakat menghapus DIM Nomor 14 dari pembahasan RUU Otsus Papua.
Rapat panitia kerja DPR RI bersama pemerintah terkait RUU Otsus, Senin, menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain keduanya sepakat melanjutkan pembahasan DIM secara konsinyering pada 6-7 Juli 2021.
Keduanya juga sepakat ada 25 DIM, yaitu DIM Nomor 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, yang akan dibahas lebih lanjut oleh tim perumus dan tim sinkronisasi pada 8-9 Juli 2021.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021