Sejarah mencatat Jepang memenangi medali pertamanya pada Olimpiade Musim Panas 1920 di Antwerpen.
Kemudian Tokyo juga seharusnya menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas pada 1940, namun dibatalkan karena pecahnya Perang Dunia II. Meski begitu, Ibu kota itu akhirnya menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 1964.
"Mulai dari Perang Dunia I dan Perang Dunia II, dan sekarang dalam situasi virus pada 2020, ada banyak sekali tantangan dan rintangan yang harus dihadapi penyelenggaraan Olimpiade. Namun, kita bisa melihat Olimpiade sebagai pemulihan dan pembangunan kembali dari rintangan dan bencana, dan saya ingin melihat itu ke depannya," ujar Shimoyu, dalam konferensi pers virtual, Rabu.
Baca juga: Pelepasan tim Indonesia ke Olimpiade Tokyo digelar virtual besok
Baca juga: Kirab obor Olimpiade tidak memungkinkan digelar di jalanan Tokyo
Dalam kesempatan tersebut Shimoyu mengajak untuk berkeliling secara virtual Museum Olimpiade Jepang.
Memasuki museum, simbol Olimpiade menyambut yang, menurut Shimoyu, menjadi spot favorit pengunjung untuk berfoto.
Menariknya, selain terdapat satu logo Olimpiade dengan lampu menyala, dinding spot tersebut dihiasi oleh puluhan logo Olimpiade dengan ukuran bervariasi dan memiliki material yang ramah lingkungan -- berasal dari benih yang ditanam oleh atlet dari berbagai negara saat Olimpiade 1964.
"Logo-logo itu bergabung menjadi satu menunjukkan keramahan kepada orang-orang yang berkunjung ke sini," kata Shimoyu.
Baca juga: Jepang siapkan 582 atlet untuk Olimpiade
Baca juga: Atlet yang terpapar COVID-19 tidak akan diberangkatkan ke Olimpiade
Museum Olimpiade Tokyo juga menyimpan kenangan Olimpiade ke-12, XXI Olympiad Tokyo 1940, yang seharusnya digelar di Tokyo. Salah satunya adalah logo Gunung Fuji yang digunakan untuk acara tersebut.
Namun, Olimpide terpaksa dibatalkan "karena perang berlarut-larut, dan Bapak Judo meninggal," kata Shimoyu.
Tokyo kemudian menjadi tuan rumah Olimpiade pada 1964. Momen tersebut juga menjadi bukti bangkitnya Jepang setelah bom yang dijatuhkan Amerika Serikat di kota Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II tahun 1945.
Olimpiade Tokyo 1964 kemudian melahirkan sejumlah warisan, di antaranya kereta cepat Jepang Shinkansen yang diresmikan pada 1964. Singkat kata, Shimoyu menyebutkan bahwa "infrastruktur berkembang," termasuk satelit yang memungkinkan Jepang untuk menyiarkan Olimpiade ke banyak negara.
Teknologi baru juga diperkenalkan, yaitu perekaman slow motion juga pengambilan gambar menggunakan helikopter saat maraton.
Baca juga: Panitia Olimpiade Tokyo imbau masyarakat menjauh dari jalur maraton
Baca juga: Pebalap sepeda Australia Cameron Meyer mundur dari Olimpiade Tokyo
Pada Olimpiade itu penyelenggara juga telah membuat desa atlet dilengkapi berbagai fasilitas, salah satunya ruang makan, di mana chef menyajikan beragam makanan untuk ribuan atlet dari seluruh dunia.
"Masalah yang dihadapi selalu soal mendapatkan bahan makanan yang segar," kata Shimoyu. Hal itu mendorong inovasi dalam hal makanan, yaitu frozen food, sehingga chef dapat menyajikan makanan segar dengan cepat.
Selain itu, Olimpiade Tokyo 1964 juga melahirkan warisan penggunaan beramai-ramai tempat sampah plastik, karena orang-orang semakin peduli dengan aspek estetik.
"Warisan terakhir adalah pada upacara penutupan... Atlet-atlet yang biasanya berbaris, saat upacara penutupan berjalan santai sambil tersenyum dengan santai," kata Shimoyu.
Shimoyu menambahkan Olimpiade juga membawa semangat keunggulan, rasa hormat dan persahabatan.
Baca juga: China diperkirakan kembali cetak rekor pengiriman atlet ke Olimpiade
Baca juga: Osaka bersedia lakukan jumpa pers di Olimpiade Tokyo
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2021