Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Erdi A Chaniago mengatakan penemuan pabrik rumahan di Lembang itu berawal dari adanya pengungkapan di Tasikmalaya yang memproduksi obat terlarang serupa.
"Dari situ (Tasikmalaya) kita menangkap lima orang berinisial SYM (pemilik pabrik di Tasikmalaya), AS (kurir), AB, IS, dan S (peracik). Dari pengungkapan di Tasikmalaya didapatkan barang bukti sekitar 300 butir obat," kata Erdi di lokasi pengungkapan, Jumat.
Baca juga: Polda Jabar nyatakan tak segan tindak pelanggar PPKM Darurat
Erdi menjelaskan dari pengungkapan di Tasikmalaya itu kemudian penyidik melakukan penyelidikan dan menemukan pasangan suami istri berinisial MAT dan CS yang merupakan pemasok bahan baku.
Dari pemeriksaan suami istri itu, kata dia, akhirnya polisi menemukan bahwa ada pabrik rumahan lain yang menerima pasokan bahan baku, yakni di Lembang.
Lokasi pabrik di Lembang berada di tengah permukiman warga. Menurut Erdi, warga sekitar tidak mengetahui adanya aktivitas terlarang di bangunan itu.
"Jadi di sini kita temukan kembali pabrik rumahan. Dari tempat ini kita amankan seorang pelaku berinisial SS," kata Erdi.
Di tempat tersebut polisi menemukan beragam barang bukti mulai dari 1,5 juta butir obat keras berlogo LL dan y, dua mesin cetak tablet, oven, mesin mixer, dan puluhan karung berisi tepung bahan baku.
Baca juga: Polda Jabar siapkan 106 titik penyekatan PPKM Darurat
Direktur Reserse Narkoba Polda Jawa Barat Kombes Pol Rudy Ahmad Sudrajat mengatakan obat-obatan tersebut didistribusikan ke daerah Jawa Timur hingga ke Pulau Sulawesi, dan Pulau Kalimantan.
"Jadi obat-obatan itu tidak dijual di sekitar Jawa Barat saja," kata Rudy.
Menurut Rudy, obat tersebut dijual dengan harga Rp10 ribu per butir. Dengan penemuan sebanyak 1,5 juta butir, maka jaringan pabrik ini memiliki omzet hingga Rp1,5 miliar.
"Jadi bahan bakunya itu mengandung Trihexphenidyl, bahan aktifnya itu, jadi bisa menimbulkan halusinasi tingkat tinggi," kata dia.
Obag-obatan tersebut, menurut Rudy, masuk kedalam obat golongan G yang berpotensi disalahgunakan untuk mendapatkan sensasi seperti mengonsumsi narkoba.
Baca juga: Polda Jabar memperketat mobilitas warga selama PPKM Darurat
"Menurut pengakuan SS pabrik di Lembang sudah beroperasi sejak empat bulan lalu," kata dia.
Dari pengungkapan tersebut, polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 197 dan Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Produksi atau Mengedarkan Sediaan Farmasi yang Tidak Memiliki Izin Edar dan Tidak Memenuhi Standar Keamanan, Khasiat, atau Kemanfaatan.
Para tersangka terancam hukuman paling lama 15 tahun penjara dan denda mulai dari Rp1 miliar hingga Rp1,5 miliar.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021