Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank akan terus mengembangkan program desa devisa untuk mendorong produk lokal di Tanah Air bisa mendunia.Saat ini LPEI sedang berproses untuk pengembangan desa devisa di beberapa wilayah yang memiliki potensi komoditas unggulan antara lain beras dan kopi. ...
Corporate Secretary LPEI Agus Windiarto mengatakan keberhasilan penerapan program desa devisa di dua wilayah yaitu Bali dan Yogyakarta diharapkan dapat diduplikasi ke sejumlah wilayah di Indonesia.
"Saat ini LPEI sedang berproses untuk pengembangan desa devisa di beberapa wilayah yang memiliki potensi komoditas unggulan antara lain beras dan kopi. Dalam waktu dekat ini kami akan melakukan peluncuran desa devisa di Jawa Barat," ujar Agus dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Baca juga: LPEI siapkan pelaku UMKM berorientasi ekspor
Hingga saat ini LPEI berhasil membentuk dua desa devisa yaitu Desa Devisa Kakao di Jembrana, Bali, dengan komoditas unggulan berupa biji kakao yang difermentasi dan Desa Devisa Kerajinan di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan produk kerajinan ramah lingkungan.
Kedua desa devisa itu telah mendapatkan beragam pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan untuk peningkatan kualitas produknya, kapasitas produksinya, peningkatan sumber daya manusia, dan juga untuk mendapatkan sertifikasi guna meningkatkan harga jual.
Pada 2019, Desa Nusasari di Jembrana, Bali, menjadi desa devisa pertama yang diresmikan oleh LPEI, yang berfokus pada pengembangan ekspor komoditas kakao.
Pendampingan dilakukan LPEI bersama dengan Koperasi Kerta Semaya Samaniya untuk meningkatkan kemampuan para petani kakao dalam proses produksi hingga mampu menghasilkan produk fermentasi biji kakao yang memiliki kualitas standar internasional sehingga dapat diekspor ke beberapa negara Eropa seperti Prancis, Belanda dan Belgia, serta ke negara lainnya termasuk Jepang dan Amerika.
Baca juga: LPEI terus dorong pelaku UKM tembus pasar global
Mayoritas fermentasi biji kakao diekspor ke Prancis hingga mencapai 12,5 ton setiap tahun. Peran pemberdayaan masyarakat desa yang hampir mencapai lebih dari 600 orang dan mayoritas adalah perempuan, telah mampu mengelola kebun kakao secara organik, sehingga memberikan nilai tambah dan harga jual yang tinggi kepada komoditasnya.
Melalui program desa devisa ini, LPEI mendapatkan penghargaan dari Global CSR Award berupa silver award untuk kategori “Empowerment of Women” pada 2020.
Desa devisa lainnya adalah Desa Devisa Kerajinan di Bantul, DIY. LPEI bersama-sama dengan Koperasi Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia (Apikri) yang juga tergabung dalam World Fair Trade Organization (WFTO) melakukan pendampingan dan pelatihan kepada lebih dari 300 pengrajin.
Produk unggulan dari desa devisa tersebut adalah green coffin atau peti mati ramah lingkungan. Keunikan produk itu adalah meminimalkan penggunaan kayu dan logam. Produk tersebut telah berhasil diekspor ke Inggris dan Belanda. Bahkan di tengah pandemi COVID-19, Apikri masih mengekspor produk ini ke Amerika Serikat.
"Pendampingan dan pengembangan masyarakat dalam program desa devisa ini akan membawa produk lokal Indonesia mendunia serta memberikan dampak positif terhadap peningkatan ekonomi, sosial dan lingkungan bagi masyarakat setempat," kata Agus.
Desa devisa merupakan program pendampingan yang digagas LPEI berbasis pengembangan masyarakat atau komunitas (community development). Program desa devisa memberi kesempatan bagi wilayah yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor untuk mengembangkan potensi secara ekonomi, sosial dan lingkungan bagi kesejahteraan masyarakatnya.
Selain meningkatkan kapasitas masyarakat daerah dan mengembangkan komoditas unggulan desa, program tersebut juga mendorong partisipasi masyarakat desa dalam rantai pasukan ekspor global baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat menghasilkan devisa dan berkontribusi kepada negara melalui kegiatan ekspor.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021