• Beranda
  • Berita
  • Mengantisipasi keadaan terburuk dengan memperkuat kebersamaan

Mengantisipasi keadaan terburuk dengan memperkuat kebersamaan

11 Juli 2021 21:25 WIB
Mengantisipasi keadaan terburuk dengan memperkuat kebersamaan
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo. (ANTARA/HO-Humas MPR RI/am.)

Kebersamaan dalam arti menjaga lingkungan pemukiman masing-masing bersih dari COVID-19

Eskalasi krisis kesehatan atau pandemi COVID-19 yang menghadirkan banyak fakta dan kisah memilukan hendaknya menggugah semua elemen masyarakat untuk lebih mengedepankan kebersamaan guna mengantisipasi keadaan terburuk. 

Kebersamaan akan membangkitkan semangat gotong royong dan peduli pada mereka yang butuh pertolongan.

Di tengah durasi pandemi yang tidak berkepastian sekarang ini, semua orang tentu berharap keadaan segera membaik.

Namun, dalam konteks merespons pandemi COVID-19 dengan segala akibatnya saat ini, sejumlah indikator menunjukkan situasinya belum bertambah baik. Bahkan, sebaliknya, sejumlah indikator itu justru memberi gambaran bahwa pandemi ini sedang menuju skenario atau situasi terburuk.

Karena alasan itu pula, pemerintah dalam kapasitasnya sebagai regulator memberlakukan PPKM darurat di Jawa-Bali, plus 15 kabupaten/kota lainnya. Siang-malam para petugas dari berbagai unsur berupaya mengendalikan dan membatasi mobilitas masyarakat.

Mengendalikan pergerakan banyak orang di tengah pandemi jelas bukan pekerjaan mudah, sehingga tak jarang menerima penolakan atau perlawanan dari mereka yang merasa dirugikan. Semua otoritas di banyak negara pun mengalami kesulitan serupa ketika harus mengendalikan mobilitas masyarakat.

Sementara itu, para dokter dan tenaga medis di semua rumah sakit rujukan tak henti menangani dan merawat pasien COVID-19. Mereka tahu pekerjaan itu sarat risiko. Apalagi jumlah mereka terbatas.

Tak hanya kelelahan. Bahkan ada yang akhirnya terpapar COVID-19 dan meninggal dunia. Kesediaan para dokter dan tenaga medis melaksanakan tugas sarat risiko itu patut disyukuri, dan kematian mereka layak diratapi.

Semua upaya dan pendekatan itu mencerminkan kerja keras para dokter dan tenaga medis bersama pemerintah untuk mengakhiri pandemi sekarang ini. Boleh jadi semua upaya itu belum sempurna betul, sehingga kritik dan masukan dari berbagai pihak pun amat dibutuhkan.

Tentu saja kritik yang membangun dan solutif, bukan sekadar "nyinyir" dengan menghembuskan ungkapan-ungkapan yang cenderung melecehkan. Kritik asal bunyi dan tidak proporsional cenderung mengecewakan para dokter, tenaga medis dan semua petugas di lapangan.

Seperti dilaporkan dari berbagai daerah, pandemi saat ini seperti sedang berproses menuju situasi terburuk. Ada sejumlah fakta dan kisah memilukan karena beberapa pasien tak tertolong oleh karena beberapa alasan atau faktor.

Fakta maupun kisah memilukan ini idealnya menggugah semua elemen masyarakat untuk lebih mengedepankan kebersamaan. Sebab, Kebersamaan akan membangkitkan semangat gotong royong dan peduli pada mereka butuh pertolongan.

Gambaran tentang memburuknya situasi terbaca dari beberapa indikator. Memang, indikator utamanya boleh saja pada lonjakan jumlah kasus baru per hari. Namun, keadaan yang menujukan pandemi saat ini sedang menuju situasi terburuk ditandai oleh tingginya BOR (bed occupancy rate) atau keterisian tempat tidur perawatan pasien COVID-19 pada semua rumah sakit rujukan.

Rumah sakit dari berbagai kota dan kabupaten juga melaporkan stok oksigen yang terus menipis. Banyak rumah sakit juga kekurangan ventilator dan peralatan lain yang dibutuhkan untuk merawat pasien.

Faktor lain yang tak kalah penting untuk diwaspadai adalah kemampuan dokter dan tenaga medis. Tidak hanya kewalahan, mereka pun mulai lelah. Dan, ketika jumlah kasus COVID-19 mencatat lonjakan tajam seperti akhir-akhir ini, gambaran yang mengemuka adalah ketidakseimbangan total pasien dengan jumlah dokter dan tenaga medis yang terbatas.

Saat rumah sakit rujukan disesaki oleh pasien COVID-19, pemandangan yang langsung bisa dibaca adalah kurangnya tenaga dokter dan tenaga medis untuk merawat semua pasien itu.

Dampak dari rumah sakit rujukan yang penuh oleh pasien COVID-19 sering kali sangat fatal. Sejumlah kasus sudah memberi fakta tentang hal itu. Tak hanya antrean panjang pasien, tetapi tak sedikit pasien yang tidak tertolong hingga menghembuskan nafas terakhir.

Seorang pesohor yang terpapar COVID-19 harus menunggu berhari-hari untuk bisa mendapatkan perawatan di ICU rumah sakit rujukan. Kendati sempat mendapat perawatan, dia akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

Di Kalurahan Krembangan, Kapanewon Panjatan, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), warga setempat, Kamis (8/7), mendapati jenazah Sutadbi (59) yang meninggal dalam kesendirian di dalam ruko.

Tetangga hanya tahu bahwa almarhum sedang menjalani isolasi mandiri (isoman). Jenazah Sutadbi diketahui warga setempat ketika mengantar makanan untuknya.

Di Bekasi, seorang tenaga kesehatan yang sedang hamil meninggal dunia juga karena terpapar COVID-19.

Ini hanya tiga contoh kasus yang menjelaskan betapa ada pasien COVID-19 yang nyata-nyata tak tertolong karena keterbatasan fasilitas kesehatan maupun tenaga dokter serta tenaga medis. Pasien yang tak tertolong bisa terdata di pemukiman padat perkotaan maupun hingga sudut-sudut desa.

Perkembangan pandemi di Jakarta pun mengkhawatirkan. Menurut Tim Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, 49,2 persen warga DKI Jakarta telah terpapar virus corona.

Selain itu, total kematian per hari di Jakarta akibat COVID-19 mencapai jumlah tertinggi pada Jumat (9/7), yakni 196 jiwa.

Semua orang pasti mengharapkan keadaan bisa segera membaik. Tetapi, pada saat bersamaan, semua orang harus mau memaknai data terkini tentang pandemi plus fakta lain tentang keterbatasan daya tampung rumah sakit rujukan, hingga keterbatasan jumlah dokter dan tenaga medis.

Kalau tidak bijaksana menyikapi perkembangan terkini, situasi akan bertambah buruk di hari-hari mendatang.

Sekaranglah saatnya membangun kebersamaan untuk peduli pada pandemi COVID-19. Kebersamaan dalam arti menjaga lingkungan pemukiman masing-masing bersih dari COVID-19.

Dan, manakala ada warga di pemukiman yang terpapar COVID-19, jangan biarkan yang bersangkutan dalam kesendirian, melainkan laporkan segera kepada pihak berwenang agar segera ditangani.

Semua pasien COVID-19 hendaknya mendapatkan akses untuk perawatan medis.


*) Bambang Soesatyo adalah Ketua MPR RI dan Mahasiswa Program Doktoral (S3) Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad). 

Pewarta: Bambang Soesatyo *)
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021