• Beranda
  • Berita
  • Peneliti: Vaksin berbayar bisa kurangi ketersediaan vaksin gratis

Peneliti: Vaksin berbayar bisa kurangi ketersediaan vaksin gratis

12 Juli 2021 13:56 WIB
Peneliti: Vaksin berbayar bisa kurangi ketersediaan vaksin gratis
Seorang tenaga medis Palang Merah Indonesia (PMI) menyuntikan vaksin COVID-19 kepada warga Mampang Prapatan di Markas PMI Pusat, Jakarta, Senin (12/7/2021). ANTARA/HO-PMI Pusat/aa. (Handout PMI Pusat)

Membuka opsi berbayar untuk individu memang bisa mempercepat program vaksinasi, tetapi kalau skemanya vaksin gotong royong juga, maka otomatis ketersediaan stok untuk karyawan swasta berkurang

Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta menilai program vaksinasi berbayar untuk individu berpotensi mengancam ketersediaan vaksin gotong royong gratis untuk karyawan.

“Membuka opsi berbayar untuk individu memang bisa mempercepat program vaksinasi, tetapi kalau skemanya vaksin gotong royong juga, maka otomatis ketersediaan stok untuk karyawan swasta berkurang,” ucap Andree dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, harga vaksin yang mahal dan ketidakpastian jadwal pengiriman vaksin membuat beberapa perusahaan ragu-ragu untuk menyelenggarakan vaksinasi gotong royong. Dengan vaksin berbayar, perusahaan yang ragu berpotensi membatalkan pelaksanaan vaksinasi gotong royong gratis untuk karyawan mereka.

“Jadi alih-alih meningkatkan jumlah yang divaksinasi, yang terjadi sebenarnya adalah pergeseran peserta dari perusahaan ke individu,” imbuh Andree.

Baca juga: Wagub DKI: Jakarta tidak terapkan kebijakan vaksin berbayar

Sebelumnya, Kementerian BUMN mengharapkan Vaksinasi Gotong Royong (VGR) Individu dapat membantu mempercepat pembentukan kekebalan komunal atau herd immunity.

Andree memastikan agar vaksinasi berjalan dengan baik dan cepat, pemerintah perlu menambah pasokan baik dari segi jumlah maupun mendiversifikasi mereknya. Dengan ini, perusahaan dan individu bisa memilih vaksin yang harganya sesuai dengan kemampuan mereka.

Namun, pencarian supplier baru ini akan menambah pekerjaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma yang menjadi satu-satunya pengimpor, produsen, dan distributor vaksin COVID-19. Tambahan pekerjaan ini pun berpotensi meningkatkan risiko kemacetan distribusi vaksin.

Oleh karena itu, kata Andree, pemerintah perlu mendiversifikasi jalur impor dan produksi vaksin untuk mengurangi risiko kemacetan penyaluran. Pasalnya, Indonesia membutuhkan jumlah vaksin yang besar untuk mempercepat dan memperluas pelaksanaan vaksinasi.

Baca juga: Kimia Farma tunda Vaksinasi Gotong Royong Individu, ini alasannya

“Penelitian CIPS menemukan bahwa sudah ada pihak swasta Indonesia yang dalam proses menguji vaksin COVID-19, yaitu Kalbe Farma yang menggandeng Genexine dari Korea Selatan. Kalbe bahkan sempat mempertimbangkan membangun fasilitas produksi vaksin di Indonesia,” kata Andree.

Dia merekomendasikan Kementerian Investasi/BKPM untuk mengidentifikasi regulasi yang menghambat investasi di sektor farmasi dengan menjadikan Kalbe Farma sebagai contoh kasus.

Dengan membantu Kalbe Farma merealisasikan investasi untuk uji coba vaksin, pemerintah tidak hanya akan meningkatkan kapasitas produksi vaksin dalam negeri, tapi juga mengidentifikasi hambatan bagi partisipasi Indonesia yang lebih luas dalam rantai nilai global farmasi.

Baca juga: Jumlah vaksin gotong royong individu tersedia 1,5 juta dosis

Baca juga: Kimia Farma siap layani Vaksinasi Gotong Royong Individu di 8 klinik

Pewarta: Sanya Dinda Susanti/Satyagraha
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021