"Pertama rentan terjadi gangguan keamanan dan ketertiban," kata Pembina Kemasyarakatan Ahli Utama Ditjenpas Kemenkumham Junaedi di Jakarta, Kamis.
Kondisi penyebaran COVID-19 yang begitu cepat bisa menyebabkan kepanikan bagi warga binaan pemasyarakatan. Hal itu berpotensi terjadi kerusuhan di dalam lapas maupun rutan dikarenakan penghuni takut tertular virus.
Permasalahan kedua yakni sulitnya menjaga jarak fisik antara satu warga binaan pemasyarakatan dengan yang lainnya. Sebab, saat ini pada umumnya lapas di Tanah Air sudah penuh sesak (over crowded).
Baca juga: ICJR keluarkan rekomendasi selamatkan rutan-lapas kelebihan kapasitas
Hunian yang padat ditambah penyebaran virus yang begitu cepat akan menyulitkan petugas terutama tenaga kesehatan untuk menangani warga binaan.
Permasalahan lainnya yakni kondisi jumlah penghuni yang tidak sebanding dengan jumlah petugas di lapas maupun rutan terutama tenaga kesehatan, berimbas pada layanan kesehatan yang tidak maksimal.
Hal tersebut bisa berakibat pada pengabaian terhadap penghuni yang tidak bisa tertangani karena kekurangan sumber daya manusia di lapas maupun rutan.
"Termasuk pula keterbatasan sarana dan prasarana kesehatan baik di rutan maupun lapas," ujar dia.
Untuk mengatasi beragam masalah itu, Kemenkumham melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengambil beberapa kebijakan yakni penundaan penerimaan tahanan.
Kalau pun tetap harus menerima tahanan maka wajib menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Kemudian, Kemenkumham juga melakukan perubahan Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 32 tahun 2020.
"Bapak Menteri juga berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan dalam rangka pemenuhan hak warga binaan mendapatkan vaksin," ujar Junaedi.
Baca juga: Kemenkumham tegaskan dukungan penuh upaya pemerintah berantas narkoba
Baca juga: LP Rajabasa minta Dinkes Bandarlampung percepat vaksinasi 1.000 napi
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021