Rumah Sakit Darurat Khusus COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta meminta warga tidak mengabaikan protokol kesehatan (prokes) selama beraktivitas dan mengikuti kegiatan vaksinasi demi mengurangi beban di RS rujukan pemerintah dan RS darurat ini.Tidak akan cukup menampung pasien positif selama masyarakat abai terhadap prokes dan menolak vaksinasi
Pasalnya, tingkat keterisian RSDC Wisma Atlet Kemayoran per hari ini hampir mencapai 80 persen, sementara tingkat keterisian normal sebagaimana direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 60 persen.
“Wisma Atlet (Kemayoran, Red.) sampai pagi ini kami ada di 6.254 pasien. Kira-kira (tingkat keterisian RS, Red.) 79 persen hampir 80 persen. WHO membatasi bahwa seharusnya tingkat hunian sekitar 60 persen agar kami bisa prepare (menyiapkan perawatan, Red.),” kata Koordinator Humas RSDC Wisma Atlet Kemayoran Kolonel Kes dr Mintoro Sumego saat sesi diskusi virtual, di Jakarta, Kamis.
Kondisi itu menunjukkan tingkat keterisian di RSDC Wisma Atlet Kemayoran sebenarnya telah melampaui kapasitas. Namun, pihak RSDC tetap akan berusaha memberi pelayanan kesehatan yang terbaik untuk pasien, kata dr Mintoro.
Walaupun demikian, ia mengingatkan banyaknya fasilitas kesehatan, termasuk RS-RS darurat yang disiapkan oleh pemerintah, tidak akan cukup menampung pasien positif selama masyarakat abai terhadap protokol kesehatan dan menolak vaksinasi, katanya pula.
“Kami ini di hilir, jadi kami ingatkan seberapa banyaknya fasilitas kesehatan, sarana isolasi yang disiapkan pemerintah, tidak akan cukup kalau masyarakat abai terhadap protokol kesehatan. Tidak akan tertampung semuanya. Jadi untuk masyarakat, tetap kita taat protokol kesehatan dan vaksinasi,” kata dr Mintoro.
Protokol kesehatan itu antara lain mencakup memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menjauhi kerumunan.
Terkait upaya mengurangi beban RS, Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Brigjen TNI (Purn) dr Alexander K Ginting pada sesi diskusi yang sama meminta masyarakat jujur terhadap hasil tesnya dan terbuka kepada lingkungan, yaitu keluarga, RT/RW, dan posko-posko kesehatan di tingkat desa/kelurahan.
Keterbukaan itu penting, karena pasien positif, khususnya yang menjalani isolasi mandiri di rumah, akan terus terpantau kondisinya, sehingga jika ada pemburukan mereka langsung dapat cepat dibawa ke RS dan mendapat perawatan.
Menurut dr Alexander, situasinya saat ini banyak pasien positif tidak mengetahui secara pasti kondisi kesehatannya dan tidak berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Akibatnya, banyak dari mereka yang akhirnya telanjur buruk kondisinya, dan ujungnya antrean menumpuk di Instalasi Gawat Darurat RS-RS.
Jika kondisi sudah memburuk dan telat tertangani, itu justru membuat kerja tenaga kesehatan di RS jadi lebih berat, kata dr Alexander.
“Yang penting kalau kita positif, jangan tertutup. Kalau isolasi mandiri di rumah jalankan panduan isolasi mandiri berkoordinasi dengan RT/RW,” kata dia lagi.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat, khususnya di wilayah Jabodetabek, memanfaatkan layanan telemedicine dari Kementerian Kesehatan, sehingga mereka dapat perawatan dari jauh serta obat-obatan.
Dia pun kembali menegaskan jika mereka yang menjalani isolasi mandiri mengalami demam berkepanjangan, saturasi oksigen turun, agar segera ke RS sehingga dapat cepat menerima perawatan.
Alexander juga meminta warga tidak sembarang meminum obat dan mencontek resep dari media sosial, karena akibatnya bisa fatal.
Baca juga: Pasien rawat inap RSDC Wisma Atlet per hari ini tambah 136 orang
Baca juga: RSDC Wisma Atlet Kemayoran kaji penggunaan oxygen generator
#ingatpesanibu
#sudahdivaksintetap3m
#vaksinmelindungikitasemua
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021