• Beranda
  • Berita
  • Tiga rahasia utama agar bisnis UMKM tetap tumbuh di saat pandemi

Tiga rahasia utama agar bisnis UMKM tetap tumbuh di saat pandemi

16 Juli 2021 17:51 WIB
Tiga rahasia utama agar bisnis UMKM tetap tumbuh di saat pandemi
Ilustrasi - Analogi rahasia bisnis dapat bertumbuh. ANTARA/http://alatis.eu/en/actualites/what-is-business-secrecy/

Pengusaha UMKM sebagai ujung tombak keluarga dan bisnisnya, tentu sangat diharapkan menjadi lokomotif pendongkrak kesejahteraan, meskipun saat ini masih harus berhadapan dengan situasi yang sulit akibat merebaknya pandemi di Indonesia.

Walaupun demikian pebisnis UMKM diharapkan tetap bisa mandiri dan terus menghasilkan pendapatan sendiri.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang pebisnis untuk meraih pendapatan, salah satu caranya adalah dengan mengetahui potensi diri dan mengembangkannya guna meningkatkan kompetensi di dalam pengelolaan bisnis, sehingga dapat menumbuhkan omzet dan ujungnya adalah mendapatkan free cash untuk mencukupi kebutuhan operasional usaha, perluasan usaha di masa mendatang, dan tentunya untuk meraih tujuan finansial pribadi/keluarga.

Untuk itu diperlukan strategi terbaik secara spesifik, terukur, sekaligus rasional, dan dapat dicapai, dengan target waktu tertentu.

Strategi yang dapat dipilih oleh pengusaha UMKM dapat merujuk kepada salah satu buku terlaris yang terjual hingga 8 juta eksemplar dalam waktu enam bulan di Amerika Serikat pada 2017. Buku dengan The Latte Factor karangan David Bach, salah satu pakar perencana keuangan terkemuka yang mengajarkan tentang seluk-beluk kebebasan finansial pribadi.

Bach dalam bukunya mengungkapkan strategi pertama menghargai dirinya dulu baru yang lain. Yakni setiap kali mendapatkan uang dari bisnis yang dihasilkan, alokasikan lebih dulu untuk memenuhi kebutuhan dasar operasional bisnisnya dan tidak lupa untuk membayar diri sang pengusaha sebagai pekerja dalam perusahaannya.

Pastikan pula sisihkan sebagian lainnya untuk kepentingan usahanya di masa depan. Masa depan dapat berarti bulan depan, tahun depan, lima tahun atau hingga sepuluh tahun ke depan.

Disisihkan dalam wujud apa saja? Bisa dalam wujud alokasi dana darurat (cadangan usaha) yang dipakai pada kondisi yang tidak menentu seperti saat pandemi berlangsung ini, tambahan modal ekspansi bisnis, dana untuk wakaf, dan juga berinvestasi dalam wujud pelatihan-pelatihan untuk meng-upgrade kompetensi bisnis maupun memperluas usaha agar kelak dapat mewujudkan manfaat yang semakin besar bagi masyarakat luas.

Kedua, dengan membuat skema bisnis yang tersistem. Karena bisnis harus terus bertumbuh untuk menjadi ujung tombak peningkatan kesejahteraan keluarga dan dapat memberikan manfaat yang semakin luas, sehingga pengusaha harus menjalankan bisnisnya dengan sistem yang teruji.

Dengan analogi garis edar Bumi yang harus mengikuti sistem pada Tata Surya, maka sistem bisnis yang dibutuhkan terdiri atas dua hal fundamental, yaitu yaitu sistem yang berlaku pada pengelola bisnis dan sistem yang berlaku pada teknis penyelenggaraan bisnis.

Hal fundamental yang sangat dibutuhkan pada diri pengelola bisnis setidaknya adalah tentang karakter, kemampuan memahami aturan jual beli, kompetensi mengelola operasional bisnis serta manajemen keuangan dasar.

Sedangkan hal fundamental dalam teknis penyelenggaraan bisnisnya, pengusaha dapat merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku serta aturan teknis pada yang biasa menjadi acuan agar dapat eksis di sepanjang zaman dan mampu bersaing dalam kondisi yang semakin tidak menentu.

Ketiga, dengan membangun kultur selayaknya perusahaan besar. Setelah pebisnis dapat memenuhi kebutuhan dasar dirinya dan menerapkan sistem dalam penyelenggaraan usahanya, maka rahasia selanjutnya agar bisnis dapat terus bertumbuh dan semakin memberikan manfaat untuk masyarakat luas yaitu dengan membangun kultur/budaya yang telah dilakukan perusahaan besar.


Berbagi

Tujuan orang-orang berbisnis sejatinya adalah untuk mencapai kekayaan harta yang melimpah. Karena dengan harta yang melimpah diharapkan hidup ini akan menjadi lebih teratur. Intinya, keberadaan uang yang berlimpah diharapkan akan dapat menyederhanakan suatu masalah.

Merujuk pada suatu penelitian, sembilan dari sepuluh orang Amerika setuju bahwa tidak ada yang membuat mereka lebih bahagia daripada merasa keuangan mereka teratur.

Namun, jika mengacu pada pepatah yang mengatakan, “Saat Anda punya makanan yang cukup untuk diri dan keluarga Anda, tempat yang aman untuk ditinggali, serta memiliki hubungan pertemanan yang baik dan tubuh yang sehat wal afiat, sebenarnya Anda ini dapat dianggap telah memiliki dunia beserta isinya”.

Oleh karena itu, bisnis bisa bertumbuh menjadi besar sesungguhnya karena pengusaha sebagai pengelola bisnis telah terbiasa untuk tidak mengabaikan kebiasaan yang dianggap recehan sekalipun.

Mengapa recehan menjadi penting untuk diperhatikan? Dalam analogi pengendalian cash flow usaha, pengeluaran yang terlihat kecil dan dilakukan berulang kali padahal sebenarnya tak terlalu dibutuhkan, biasanya seringkali menjadi penghambat pebisnis untuk mencapai kekayaan yang ia impikan.

Kondisi inilah yang oleh David Bach dinamakan The Latte Factor. Konsep Latte Factor yang diajarkan oleh Bach ini mengajak orang-orang tentang ide sederhana bahwa sejumlah kecil uang yang tidak terbuang dan dihemat akan membantu pengusaha mencapai kebebasan finansial yang diidam-idamkan.

Hal lainnya yang biasa dilakukan orang-orang kaya di seluruh dunia adalah senang berbagi kepada yang membutuhkan.

Sanjiv Chopra, seorang Profesor medis dari Havard Medical School di Amerika berkata sesungguhnya ada beberapa hal secara ilmiah yang memiliki keterkaitan kuat dengan indeks kebahagiaan seseorang, salah satu yang paling mempengaruhinya adalah kebiasaan berbagi.

Keterlibatan seseorang pada kegiatan amal dengan mendonasikan uangnya untuk membantu orang lain adalah salah satu cara yang paling memuaskan untuk menghabiskan waktu dan uang seseorang.

Menukil teori David Bach tentang gagasan Latte Factor agar dapat diimplementasikan pada bisnis sehingga dapat bertumbuh di saat pandemi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebenarnya adalah tentang ajakan untuk hidup dalam kesederhanaan khususnya ditujukan kepada para pengelola bisnis sebagai man behind the gun.

Sebab bisnis itu bukan tentang apa bidangnya atau pada seberapa tinggi kebutuhan pasarnya, namun bisnis itu tentang siapa yang menjadi pengelolanya.

Hidup dengan hati yang senantiasa merasa cukup adalah yang paling penting. Sebab meskipun belum memiliki kaya harta namun hati kita dapat senantiasa bersabar dan mampu bersikap menerima untuk terus memperbaiki hidup, terus berinovasi, serta berkehidupan dengan perilaku yang baik. Sikap ini akan menjadi faktor kunci bagi pengelola bisnis yang bersiap melompat pada bisnisnya.

Sebaliknya ketika menjalani takdir memiliki kekayaan harta yang melimpah, namun hati tak mampu untuk senantiasa bersyukur serta jumawa atas setiap pencapaian prestasi. Maka kehancuran bisnis sebenarnya hanya tinggal menunggu waktunya tiba.

Mengutip kesimpulan yang disampaikan oleh David Bach berikut You don’t have to be rich to live rich (sebenarnya Anda tak harus menjadi orang kaya untuk memiliki kehidupan yang kaya) makin menegaskan bahwa gagasan yang paling sederhana (bukan yang rumit) lah justru yang lebih mampu untuk mengubah hidup seseorang.
Baca juga: Kolaborasi lintas industri penting untuk kembangkan bisnis era digital
Baca juga: Inspirasi bisnis, dari usaha rumahan jadi produk lokal se-Indonesia


*) Baratadewa Sakti P, adalah Praktisi Keuangan Keluarga & Pendamping Bisnis UMKM

Pewarta: Baratadewa Sakti P *)
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021