Para ilmuwan dan regulator China tengah mencermati apakah varian Delta, yang jauh lebih menular daripada varian asli virus corona, menyebabkan vaksin dan perawatan COVID-19 yang tersedia saat ini tidak cukup kuat untuk melawan varian itu.
Lewat pengujian terhadap partikel yang meniru varian Delta sebenarnya, sampel serum dari orang-orang yang diberi tiga dosis vaksin Zhifei menunjukkan adanya pengurangan efek penetralisir 1,2 kali lipat, dibandingkan dengan partikel yang meniru varian aslinya, kata para peneliti dalam sebuah laporan tanpa ulasan dari sejawat (peer review), Jumat (16/7).
Namun, para peneliti mengingatkan bahwa data dari uji klinis atau penggunaan nyata masih diperlukan untuk menentukan seberapa baik vaksin itu dalam mencegah si penerima jatuh sakit setelah tertular varian itu.
Hasil efikasi dari uji klinis Tahap III vaksin tersebut belum dipublikasikan.
Penelitian yang menguji sampel dari 28 orang itu juga menemukan bahwa sampel dari mereka yang menerima dosis ketiga dengan rentang waktu yang lebih lama dari suntikan kedua menunjukkan aktivitas yang lebih besar terhadap sejumlah varian.
Lebih dari 100 juta dosis vaksin Zhifei, yang diberi nama ZF2001 dan telah mendapat persetujuan penggunaan darurat di China dan Uzbekistan, telah diberikan, kata laporan tersebut.
Laporan hasil penelitian itu ditulis oleh sejumlah ilmuwan dari Institut Mikrobiologi di Akademi Sains China, yang bekerja sama dengan anak perusahaan Zhifei dalam pengembangan vaksin, dan dari beberapa institusi China lainnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: China siap uji klinis 22 calon vaksin COVID-19
Baca juga: China pastikan keamanan dan efektivitas vaksin Sinovac dan Sinopharm
Baca juga: Kota-kota di China larang warga tanpa vaksin beraktivitas di keramaian
1,4 juta vaksin Sinopharm tiba di Indonesia
Pewarta: Anton Santoso
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021