• Beranda
  • Berita
  • BKKBN: Pandemi berpengaruh pada peningkatan prevalensi stunting

BKKBN: Pandemi berpengaruh pada peningkatan prevalensi stunting

22 Juli 2021 14:54 WIB
BKKBN: Pandemi berpengaruh pada peningkatan prevalensi stunting
Tangkapan layar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam seminar Hari Keluarga Nasional 2021 secara daring di Jakarta, Kamis (8/7/2021). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 berpengaruh pada peningkatan prevalensi stunting.

"Ini menjadi suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, dari hasil studi 118 negara berpendapatan rendah dan menengah menunjukkan penurunan pendapatan nasional bruto berasosiasi dengan besarnya peningkatan prevalensi stunting," ujar Hasto Wardoyo dalam webinar Hari Kependudukan Dunia bertema "Pemenuhan Hak Kesehatan Reproduksi Untuk Percepatan Penurunan Stunting" yang dipantau via daring di Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan permasalahan ekonomi akibat pandemi menjadi masalah yang akhirnya berdampak pada penurunan daya beli dan juga penurunan asupan gizi yang dibutuhkan bagi keluarga.

"Kita perlu bersama-sama menghayati bahwa efek pandemi memang tidak bisa kita abaikan dan menimbulkan berbagai macam hal," ucapnya.

Ia menambahkan, pandemi COVID-19 telah memengaruhi sistem yang besar dalam hal ini sistem makro yang tentunya sangat berdampak terhadap lingkungan kecil dalam hal ini keluarga (sistem mikro).

"Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga sangat terpengaruh ekosistem besar karena adanya pandemi," katanya.

Dalam kesempatan itu, Hasto juga menyampaikan pandemi COVID-19 telah mempengaruhi keharmonisan sebuah keluarga.

Survei yang dilakukan BKKBN terhadap 20.400 pasangan usia subur menunjukkan sebesar 2,5 persen di antaranya mengalami stres dan terjadi cekcok antara suami dan istri.

Ia meminta kepada semua pihak untuk menaati hak reproduksi yang sudah dirumuskan di dalam ketentuan internasional.

"Memiliki anak di masa pandemi betul-betul menjadi perhatian yang serius," ucapnya.

Ia mengemukakan terdapat 12 hak reproduksi yang sudah dirumuskan menjadi dokumen internasional untuk ditaati bersama, di antaranya hak untuk hidup, hak atas kerahasiaan pribadi, hak menikah atau tidak menikah, hak memutuskan mempunyai anak atau tidak mempunyai anak, hak atas pelayanan perlindungan kesehatan hingga hak bebas dari penganiayaan dan juga perlakuan yang buruk.

"Saya kira ini bisa kita implementasikan di dalam fungsi keluarga, menjadi bagian yang bisa dipakai di dalam mengimplementasikan hak-hak secara positif dan dimaknai sebagai sesuatu yang positif," katanya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021