Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto di Mataram, Kamis menjelaskan, peran LS dan aksi penangkapannya pada Rabu (21/7) berawal dari adanya laporan seorang calon PMI yang usianya masih di bawah umur dan kini turut menjadi korban pidana asusila.
"Jadi korbannya ini sudah hamil satu bulan. Korban hamil karena disetubuhi pelaku selama berada di penampungan," kata Artanto dalam konferensi pers dengan penerapan protokol kesehatan COVID-19 secara ketat bersama Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Hari Brata beserta jajarannya.
Baca juga: Kementerian PPPA dorong pemda sediakan layanan kasus kekerasan-TPPO
Dalam penyelidikan laporan korban berinisial PU, Tim Subdit IV Bidang Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) yang berada di bawah kendali AKBP Ni Made Pujawati, mengungkap peran LS yang diduga telah memalsukan data pribadi korban menjadi kategori dewasa.
Hal itu diduga dilakukan agar korban lolos dalam syarat menjadi seorang PMI sesuai yang dijanjikan oleh pelaku untuk bekerja di wilayah Timur Tengah.
"Pelaku ini membuat data diri korban yang baru. Kartu keluarga korban dipalsukan. Aslinya kelahiran 15 Februari 2004, diubah tahunnya menjadi 1998," ujarnya.
Usai membuat data diri yang baru, pelaku langsung membawa korban ke lokasi penampungan. Untuk pengurusan paspor dan visa keberangkatan juga demikian. Statusnya bukan PMI melainkan sebagai pelancong.
"Pembuatan paspor dan visa-nya itu di Sumbawa," ucap dia.
Hari Brata turut menjelaskan bahwa modus yang demikian diduga turut dilakukan pelaku untuk korban lainnya. Dari sekian banyak PMI yang berada di bawah naungan pelaku, 70 diantaranya terungkap sudah berangkat secara ilegal ke wilayah Timur Tengah.
"Mereka berangkat dengan visa pelancong bukan tenaga kerja," kata Hari Brata.
Baca juga: Polda NTB tangani kasus pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah
Kemudian 50 orang lainnya termasuk korban PU, lanjut Hari, masih dalam proses administrasi dalam pembuatan paspor dan visa di kantor imigrasi. Ada sebagian diantaranya yang dikatakan Hari telah ditampung di Jakarta.
Terkait dengan hal tersebut, dia menegaskan bahwa pihaknya akan menyelidiki keberadaan tempat penampungan di Jakarta yang diduga masih satu jaringan dengan pelaku.
Munculnya jaringan LS di Jakarta dikuatkan dengan adanya keuntungan yang didapatkan dalam setiap perekrutan PMI. Imbalan yang diterima pelaku, mencapai Rp12 juta per kepala.
"Jadi kasus ini akan terus kita kembangkan. Kita bergerak mulai dari hulu di sini dan tentunya akan berkembang sampai ke lokasi di Jakarta," ujarnya.
Lebih lanjut, kini LS telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani penahanan di Rutan Polda NTB. Dalam statusnya, LS disangkakan Pasal 6, Pasal 10, dan atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta.
Baca juga: Polda NTB mengungkap kasus perdagangan orang tujuan Arab Saudi
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021