“Jangan khawatir divaksin, sebab adanya kasus warga yang meninggal usai vaksin, diketahui memiliki komorbid atau penyakit bawaan,” ujarnya di sela reses di Surabaya, Kamis.
LaNyalla menyatakan hal tersebut untuk menanggapi pernyataan pemerintah yang mengatakan 54 orang meninggal dunia, usai menerima vaksin COVID-19.
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan masyarakat harus melihat dengan kaca mata lebih luas mengenai penggunaan vaksin ini.
Berdasarkan data pemerintah, persentase warga yang meninggal usai divaksin sangat kecil, yakni sebanyak 54 orang yang meninggal itu diambil dari 5,1 juta sampel penerima vaksin.
Untuk itu, LaNyalla berharap masyarakat tidak terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian warga itu karena vaksinasi COVID-19.
“Sama sekali bukan mengecilkan arti nyawa seseorang, karena itu prioritas. Tetapi di tengah pandemi, kita harus bisa memahami manfaat vaksinasi yang jauh lebih besar. Meskipun bukan berarti setelah vaksin akan kebal corona,” ucapnya.
Menurut dia, vaksin akan melindungi tubuh agar gejala yang ditimbulkan menjadi jauh lebih ringan ketika terpapar dan masa penyembuhannya pun menjadi lebih cepat.
Kendati demikian, ia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang kasus kematian warga tersebut.
LaNyalla mengimbau perlu penjelasan yang komprehensif agar kekhawatiran masyarakat berkurang, termasuk prosedur vaksin yang harus ditekankan dengan mengecek riwayat penyakit bawaan calon penerima vaksin.
“Fenomena yang muncul sekarang ini banyak masyarakat takut atau tidak percaya dengan vaksin. Apalagi ditambah dengan banyaknya informasi hoaks yang beredar di media sosial. Oleh karenanya diperlukan penjelasan yang meyakinkan dan sosialisasi masif bahwa vaksin ini aman,” tutur mantan Ketua Umum PSSI tersebut.
LaNyalla juga menyoroti isu soal efektivitas vaksin Sinovac Biotech yang dipertanyakan setelah banyak tenaga kesehatan terinfeksi Corona usai divaksin sepenuhnya.
Ia menegaskan, masyarakat lebih baik tidak membuat asumsi pribadi dan menyebut vaksin Sinovac tidak efektif karena perlu ada uji klinis untuk membuktikannya.
“WHO juga tidak pernah membuat pernyataan bahwa vaksin yang saat ini beredar tidak efektif. Dan walaupun memang beberapa negara tidak menggunakan Sinovac, tapi Chili telah melakukan studi efektivitas vaksin ini,” kata dia.
“Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah memberikan izin penggunaan vaksin Sinovac. Percayalah pemerintah pasti bertujuan baik. Tidak mungkin pemerintah membahayakan rakyatnya sendiri,” kata LaNyalla menambahkan.
Seperti diketahui, ada lima jenis vaksin Covid yang sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari BPOM, yaitu Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, dan Pfizer.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021