"Untuk GDP, kita internally prediksi mungkin bisa di bawah 4 persen. Tadinya kita optimis itu bisa lebih dari 4 persen, bisa capai 5 persen mungkin. Tapi dengan kejadian seperti ini, rasanya lebih berat untuk kita mencapai GDP growth yang tinggi. Kita perkirakan mungkin 3,7 persen kira-kira," ujar Jahja saat jumpa pers daring di Jakarta, Kamis.
Oleh karena itu, Jahja pun memperkirakan rasio kredit bermasalah atau NPL perseroan kemungkinan akan sedikit meningkat. Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengatakan, NPL perseroan pada semester I 2021 berada di level 2,4 persen, naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 2,1 persen.
"Kalau memperhatikan kondisi adanya perlambatan ekonomi, kami perkirakan ada sedikit kenaikan NPL yaitu di kisaran 2,4-2,7 persen tahun ini," ujar Vera.
Meski demikian, untuk pertumbuhan kredit, BCA tidak melakukan revisi dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) perseroan. BCA masih menargetkan pertumbuhan kredit 4-6 persen untuk 2021.
Jahja menambahkan, pihaknya juga mengapresiasi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilakukan pemerintah guna menekan kenaikan jumlah kasus positif COVID-19. Menurut Jahja, kebijakan PPKM suka tidak suka memang harus diterapkan.
"Kita tidak menyalahkan siapa-siapa, kondisi covid ini menyeramkan dan memang kita harus endalikan, terutama korban-korban yang terkena covid. Karena ini nyawa manusia yang harus kita perhitungkan, sangat penting untuk mengendalikan. Saya pikir PPKM ini suka tidak suka harus dijalankan untuk menurunkan jumlah penderita covid, tapi di sisi lain ini memang seperti buah simalakama," kata Jahja.
Ia menyampaikan, kredit konsumer perseroan tadinya sudah mulai meningkat dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredi Kendaraan Bermotor (KKB), tapi dengan adanya situasi PPKM, masyarakat pun akhirnya terbatas untuk bertransaksi dan melakukan aktivitas ekonomi. Jahja pun mengaku sulit memproyeksikan prospek kredit di semester kedua 2021.
"Kalau kredit komersial, SME ,seperti kita sadari bersama, persyaratan kredit itu terutama untuk kredit bidang usaha bisnis, ya harus ada bisnisnya. Kredit modal kerja untuk biayai mereka beli inventory, overheat costnya. Kalau mereka tidak bisa jualan, tidak butuh tambahan inventory, ya artinya kredit itu akan dipergunakan lebih kecil malah, menurun. Ini salah satu sebabkan susah kita expect kalau keadaan belum kembali normal," ujar Jahja..
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021