Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlangsung lebih dari dua pekan di Jawa hingga Bali telah menyebabkan penurunan omzet ritel nonpangan hingga 90 persen.Yang paling terdampak ritel nonpangan karena mereka enggak bisa jualan ketika PPKM darurat
"Ketika ritel tutup mengurangi psikologis masyarakat untuk datang. Ritel nonpangan secara angka 85 persen bahkan beberapa sudah ada yang sampai 90 persen," kata Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Alphonzus menambahkan untuk ritel pangan omzetnya hanya tergerus 40-45 persen dari masa sebelum PPKM darurat hingga sekarang PPKM level empat.
Menurutnya, meski pembatasan hanya diberlakukan di Jawa dan Bali tetapi hal itu tetap berdampak bagi industri ritel dan perdagangan karena 65 persen penduduk Indonesia bermukim di Jawa dan Bali.
Kondisi tersebut secara otomatis berdampak terhadap ritel nonpangan dampak penutupan pusat perbelanjaan di banyak daerah.
"Yang paling terdampak ritel nonpangan karena mereka enggak bisa jualan ketika PPKM darurat," ujar Alphonzus.
Lebih lanjut, dia berharap agar pemerintah dapat membantu industri ritel dengan memberikan relaksasi, di antaranya subsidi gaji 50 persen untuk para karyawan pusat perbelanjaan.
Menurutnya, subsidi itu bukan diberikan kepada ritel tetapi langsung diberikan kepada para pekerja melalui BPJS Ketenagakerjaan ataupun melalui mekanisme lainnya.
APPBI memproyeksikan adanya potensi kehilangan pendapatan dari pusat perbelanjaan akibat penerapan PPKM hingga Rp5 triliun per bulan.
Potensi kehilangan pendapatan itu berdasarkan laporan 350 pengelola perbelanjaan di seluruh Indonesia yang menjadi anggota APPBI.
Baca juga: Asosiasi minta pemerintah subsidi 50 persen gaji pekerja mall
Baca juga: Konsultan properti: Sektor ritel paling terdampak PPKM Darurat
Baca juga: Aprindo sebut satu sampai dua toko tutup setiap hari akibat pandemi
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021