Ketiga anak tersebut adalah Yudha Saputra Wicaksana (24 tahun), Wahyu Khrysna Hermansyah (19 tahun), dan Wasyaveera Keysyha Saputri (12 tahun). Bantuan beasiswa senilai Rp25 juta itu disampaikan secara simbolis oleh Menparekraf Sandiaga dalam "Silaturahmi Virtual Putra-Putri Yatim Piatu".
"Atas nama keluarga besar kami dan juga tempat kami bekerja, kami menyampaikan rasa duka. Kami sangat merasakan satu keprihatinan dan kami ingin menyampaikan doa terbaik," kata Menparekraf Sandiaga melalui keterangannya, Minggu.
"Insya Allah bapak dan ibu husnul khotimah diberikan tempat terbaik di sisi Allah, dilapangkan kuburnya, diterangi di alam barzah, dan diampuni segala dosa dan diterima amal baiknya," imbuhnya.
Baca juga: Pelaku ekraf diharap dapat proteksi tubuh lewat sentra vaksin SESKO AU
Sementara itu, turut hadir dalam kesempatan tersebut founder KAHMI Preneur, Kamrussamad.
Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat. Baik secara kesehatan dan juga ekonomi. Pemerintah pun berusaha maksimal melakukan upaya penanganan kesehatan dan ekonomi.
Namun, Sandiaga menjelaskan, masyarakat terkadang lupa bahwa ada sisi kemanusiaan yang harus tetap ditunjukkan antara sesama.
"Kita doakan Mas Yuda dan Mas Krishna serta Mba Keisha tetap semangat menyelesaikan sekolahnya. Mungkin kita tidak bisa membantu banyak, jangan dilihat dari jumlahnya tapi dari niat kami untuk meringankan beban adik-adik dalam menyelesaikan tugas belajar," kata Menparekraf.
"Harapan kami, beasiswa yang akan disampaikan ini bisa memberikan motivasi dan memberikan satu optimisme bahwa Insya Allah bapak dan ibu sangat disayang Allah subhanahu wa ta'ala dan sudah berada di tempat yang lebih baik," tambah dia.
Baca juga: Sandiaga paparkan strategi pemulihan sektor Parekraf pascapandemi
Bersama KAHMI Preneur, Sandiaga sebelumnya juga meluncurkan program bantuan beasiswa untuk anak pedagang kaki lima (PKL) yang terdampak akibat pemberlakukan PPKM Level 4.
Bantuan beasiswa menyasar anak dari PKL yang berstatus pelajar SMP/Tsanawiyah dengan besaran Rp300 ribu per bulan, pelajar SMA/Aliyah sebesar Rp400 ribu per bulan, dan mahasiswa Rp500 ribu per bulan.
Sementara itu Yudha Saputra Wicaksana mewakili kedua adiknya bercerita tentang COVID-19 yang menerpa mereka sekeluarga. Awalnya, virus COVID-19 menyerang sang ibu pada awal Juli lalu sehingga membuat sang ibu tidak bisa masuk kerja selama satu pekan.
Selang tiga hari, gejala seperti pusing, rasa lelah yang mendalam, serta hilangnya indera penciuman dan perasa juga dirasakan oleh Yudha. Kemudian disusul oleh kedua adik dan sang ayah.
Baca juga: Menparekraf ajak pengusaha lirik sektor digital, game & konten kreatif
"Dan tanggal 4 (Juli) ibu saya meninggal dan seminggu setelahnya disusul bapak," kata Yudha.
Mereka, kata Yudha, tidak pernah menyangka ditinggal oleh kedua orang tuanya dengan begitu cepat dan dalam waktu yang berdekatan. Terlebih mereka tidak bisa menunaikan kewajiban sebagai anak untuk memakamkan orang tua karena mereka juga tengah menjalani isolasi mandiri di rumah.
"Hanya bisa lihat dari rumah saat dimakamkan. Walaupun saya sudah 24 tahun, tapi kedua adik saya masih sangat membutuhkan kasih sayang orang tua. Rasanya tentu sangat sulit, tidak enak, kehilangan orang tua di umur yang masih sangat muda ini," kata Yudha yang saat ini tengah kuliah semester akhir di Universitas Brawijaya.
Ia pun menyampaikan pesan agar masyarakat di luar sana untuk benar-benar patuh terhadap protokol kesehatan serta vaksinasi agar dapat terhindar dari COVID-19.
Baca juga: Menparekraf tinjau vaksinasi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif
Baca juga: Menparekraf: Butuh wirausahawan andal untuk tingkatkan ekonomi digital
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021