Hal itu diketahui setelah Tim KSP melakukan pengecekan langsung di toko-toko penjual oksigen, rumah sakit dan Puskesmas di Tangerang Selatan, Banten, Senin.
Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin, Tim KSP melaporkan tidak ada antrean pembeli di toko-toko yang menjual oksigen.
Meskipun demikian, dalam verifikasi lapangan tersebut ditemukan harga oksigen masih di atas harga normal sebelum pandemi COVID-19.
Baca juga: KSP minta percepat penyaluran bantuan 200 ribu ton beras ke masyarakat
Dalam verifikasi lapangan di Tangerang Selatan, Tim KSP juga mengunjungi beberapa fasilitas kesehatan, di antaranya Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan dan Puskesmas Ciputat Timur di Tangerang Selatan.
Tim KSP tidak menemukan adanya antrean pasien COVID-19 di IGD di RSU Kota Tangerang Selatan, karena pihak rumah sakit menerapkan sistem antrean daring.
Masyarakat yang ingin mendapatkan fasilitas kesehatan di RSU Kota Tangerang Selatan, harus mengisi daftar antrean yang tersedia secara daring. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kerumunan dan pasien yang tidak tertangani akibat kelebihan kapasitas di rumah sakit.
Namun demikian, fasilitas IGD Rumah Sakit Tangerang Selatan terpantau penuh dengan 22 pasien.
Dalam tinjauannya secara langsung ke Puskesmas Ciputat Timur, Tim KSP menemukan sejumlah persoalan yang menjadi keresahan utama pihak Puskesmas. Salah satunya adalah akses rujukan ke rumah sakit yang sangat terbatas karena kapasitas rumah sakit yang rata-rata sudah penuh, sementara Puskesmas belum memiliki fasilitas kesehatan yang memadai untuk menangani pasien COVID-19 dengan kondisi sedang atau berat.
“Masih susah mencari ketersediaan tempat tidur di rumah sakit. Sudah kami daftarkan online tapi antrean bisa sampai berhari-hari,” kata salah satu dokter Puskesmas Ciputat Timur dr. Sylviana Kuswandi.
Baca juga: KSP minta Satpol PP tegakkan prokes dengan empati dan hati
Baca juga: KSP: Penanganan COVID-19 harus "Total Football"
Menurut Tim KSP, dokter yang mengabdi di Puskesmas Ciputat Timur selama 3 tahun tersebut berharap masyarakat taat dan disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk mengurangi penularan COVID-19 dan secara tidak langsung mengurangi beban para tenaga kesehatan.
Selain itu, Tim KSP juga menemukan adanya keterlambatan pengiriman hasil tes PCR (polymerase chain reaction) dimana pasien harus menunggu selama 2 minggu untuk mendapatkan hasil tes PCR yang menjadi salah satu syarat utama agar rumah sakit dapat segera memberikan pelayanan kepada pasien.
“Harusnya hasil tes PCR keluar dalam 1-2 hari agar pasien dapat ditangani dengan cepat dan tepat. KSP akan memeriksa dimana sumbatannya, yang menyebabkan proses PCR berlarut-larut seperti ini,” kata Tenaga Ahli Utama KSP, Abraham Wirotomo.
Dalam masa pandemi ini, Puskesmas Ciputat Timur hanya memberikan pelayanan kebidanan dan COVID-19, termasuk pelayanan vaksinasi COVID-19. Berdasarkan informasi dari pihak Puskesmas, untuk bulan Juni tercatat 644 pasien COVID-19 yang mendapatkan perawatan di Puskesmas tersebut, dimana 9 orang diantaranya meninggal dunia.
Dalam hal ketersediaan obat, pihak Puskesmas mengaku masih memiliki 100 butir obat antivirus jenis Oseltamivir yang cukup untuk diberikan kepada 10 pasien COVID-19 bergejala sedang.
Baca juga: Moeldoko yakin Indonesia jadi pemain utama industri kendaraan listrik
“Dalam hal ini, KSP akan berkoordinasi dengan pihak Kementerian Kesehatan untuk segera melakukan percepatan penyediaan bahan baku obat dan obat jadi yang akan menjamin ketersediaan pasokan obat di berbagai fasilitas kesehatan,” kata Abraham.
Rencananya, Tim KSP melanjutkan proses verifikasi lapangan ke Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dalam periode 7 hari ke depan untuk mencari solusi atas persoalan yang menghambat distribusi oksigen, obat dan vaksin COVID-19 kepada masyarakat.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021