• Beranda
  • Berita
  • BPPT: Perkuat ekosistem inovasi PLTP tingkatkan kontribusi EBT

BPPT: Perkuat ekosistem inovasi PLTP tingkatkan kontribusi EBT

28 Juli 2021 15:28 WIB
BPPT: Perkuat ekosistem inovasi PLTP tingkatkan kontribusi EBT
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material Eniya Listiani Dewi berbicara dalam Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia di Jakarta, Rabu (28/07/2021). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)

Kita harapkan geotermal menjadi salah satu pengungkit dari 'renewable energy'

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan perlu penguatan ekosistem riset dan inovasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) untuk meningkatkan kontribusi energi baru terbarukan (EBT) dari segi pemanfaatan panas bumi dalam bauran energi nasional.

"Kita harapkan geotermal menjadi salah satu pengungkit dari renewable energy (energi baru terbarukan)," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material (TIEM) Eniya Listiani Dewi dalam Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia di Jakarta, Rabu.

Baca juga: BPPT: Pemanfaatan EBT belum optimal

Eniya menuturkan terdapat potensi panas bumi di Indonesia sebesar 40 persen dari cadangan panas bumi dunia. Potensi panas bumi Indonesia tersebut lebih besar dari Filipina, bahkan dua kali lipat dari Selandia Baru. 

Sementara dari potensi panas bumi di Indonesia yang sebesar 23,9 GW, hanya termanfaatkan 2,1 GW hingga saat ini atau sebesar 8 persen.

Kendala utama adalah biaya investasi dan harga listrik. Oleh karena itu perlu membangun ekosistem riset dan inovasi PLTP di Indonesia melalui penguatan triple helix antara pemerintah, akademisi dan industri, dan sinergi antar pemangku kepentingan.

Baca juga: BBTMC gunakan machine learning prediksi tinggi muka air lahan gambut

Sinergi mulai dari riset PLTP, pengembangan prototipe (pilot plant) PLTP hingga skala komersialisasi memerlukan dukungan berbagai pihak.

Pengelolaan PLTP membutuhkan sumber daya manusia terampil yang bisa disediakan oleh perguruan tinggi atau institusi terkait lain. Sedangkan pemerintah berperan dalam membuat kebijakan dan menetapkan harga terhadap listrik yang dihasilkan dari PLTP. Di samping itu, juga perlu kondisi industri yang siap untuk mendukung PLTP.

"Proses initial market merupakan tanggung jawab kita bersama, tanggung jawab pemerintah juga kesepakatan dari industri dari perguruan tinggi maupun yang melahirkan sumber daya manusia terampil lainnya," kata Eniya.

Baca juga: BPPT kembangkan AI prediksi operasi TMC yang tepat cegah karhutla

Eniya mengatakan penguatan industri dalam negeri sangat penting, termasuk dalam pengembangan material turbin PLTP.

"Dari konsep pengembangan material turbin ini kita melahirkan kemampuan industri yang bisa bergerak dalam negeri," ujarnya.

BPPT telah membangun dua unit prototipe PLTP skala kecil dengan tipe Kondensing dan Siklus Biner, yakni PLTP Condensing Turbine 3 MW Kamojang yang berlokasi di Garut, Jawa Barat, dan PLTP siklus biner kapasitas 500 kW di Lahendong, Sulawesi Utara.

Baca juga: BPPT salurkan sejumlah produk inovasi perkuat penanganan pandemi COVID

BPPT sedang berupaya untuk mendapatkan sertifikat layak operasi untuk PLTP Kamojang. Sertifikat itu akan diperoleh pada 2021, dan diharapkan dengan adanya kontinuitas pengujian, nanti bisa dioperasikan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).

PLTP Kamojang menggunakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) lebih dari 60 persen, dan PLTP Lahendong memanfaatkan kandungan lokal lebih kurang 30 persen .

"(PLTP) Ini akan menjadi satu model yang bisa kita duplikasikan dalam bentuk modular di tempat-tempat lain," ujar Eniya.

Baca juga: BPPT: Eksplorasi mineral laut dukung teknologi ramah lingkungan

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021