Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Priok Ajun Komisaris Polisi David Kanitero mengatakan, pasangan suami-istri yang sudah jadi tersangka tersebut diduga berkomplot untuk melayani jasa pembuatan surat vaksinasi secara daring.
"Dia (TS) menerima rekening masuk sehingga turut serta dan penadah," kata David di Jakarta, Rabu.
David mengatakan, tersangka menetapkan tarif sebesar Rp300.000 untuk sekali jasa pemalsuan sertifikat vaksinasi. Tersangka memasarkan jasanya melalui akun media sosial FB dengan inisial K.
Namun tidak serta-merta semua pemesanan jasa pemalsuan sertifikat vaksin secara daring itu akan diakomodir. Tersangka akan menyaring siapa yang lebih meyakinkan untuk dilayani permintaan sertifikat vaksinasinya lebih dulu sebelum dilakukan pemalsuan.
Hingga saat ini, sudah ada lebih dari sepuluh orang yang sudah menerbitkan sertifikat vaksinasi palsu melalui jasa yang ditawarkan tersangka AEP secara daring tersebut.
"Dalam perjalanan (penyelidikan kasus ini), kami selaku Satreskrim mengindikasikan bahwa adanya beberapa masyarakat yang tidak melaksanakan vaksinasi, tetapi memiliki kartu vaksin. Kami aktif menyelidiki dan mengembangkan melalui patroli siber," kata David.
Baca juga: Klinik berjalan akan layani vaksin COVID-19 di Jakarta Utara
Baca juga: Pasar besar untuk paspor vaksin COVID palsu picu kekhawatiran
Terungkapnya kasus pemalsuan tersebut juga berawal dari pelacakan dan patroli siber yang dilakukan petugas Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok.
Selanjutnya, petugas berpura-pura melakukan pemesanan sertifikat vaksinasi melalui WhatsApp dengan hanya mengirim data Kartu Tanda Penduduk (KTP) tanpa menautkan sertifikat vaksinasi COVID-19 yang telah memiliki nomor ID. Petugas akhirnya mendapatkan sertifikat vaksinasi palsu tersebut sesuai dengan pemesanan.
Setelah melakukan pelacakan alamat pengirim sertifikat, akhirnya petugas mengamankan suami-istri tersebut dalam paket yang terdapat pada salah satu layanan ekspedisi di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Tersangka diduga ingin mengirimkan sejumlah dokumen penting yang diduga palsu.
Selanjutnya petugas melakukan penggeledahan di rumahnya dan menemukan sejumlah barang bukti seperti seperangkat komputer, printer dan scanner, beberapa PVC polos dan beberapa dokumen palsu lainnya.
Menurut Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Putu Kholis Aryana, berdasarkan pengakuan tersangka, mereka sudah memulai perbuatannya sejak April 2020 dan meraup keuntungan Rp255 juta.
“Pelaku yang seorang sarjana komputer memanfaatkan keahliannya dengan membuat dokumen palsu dan menjualnya dengan harga bervariasi hingga 300 ribu rupiah,” ujar Kapolres.
Akibat perbuatannya para pelaku dijerat dengan pasal 35 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp12 miliar.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021