Dalam perlombaan final, Schoenmaker bukan saja mendahului perenang Amerika Serikat Lilly King tetapi juga mematahkan rekor dunia yang sudah bertahan delapan tahun dengan catatan waktu 2 menit 18,95 detik.
Ia juga menjadi perenang putri Afrika Selatan pertama yang meraih medali emas Olimpiade dalam seperempat dekade terakhir.
Baca juga: Di balik penampilan superior perenang putri Australia di Tokyo 2020
Baca juga: Klasemen perolehan medali Olimpiade Tokyo: China mantapkan puncak
Mantan pelatih Schoenmaker di Universtias Pretoria, Linda de Jager, menyebut capaian anak didiknya itu bisa menjadi motivasi sekaligus pelatuk berakhirnya tren para perenang putri remaja menyudahi karier mereka selepas sekolah menengah atas.
"Saya pikir khususnya untuk para perenang remaja putri, mereka kini lebih termotivasi sebab kebanyakan bisanya berhenti sesudah level sekolah menengah atas," kata De Jager sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat malam tadi.
"Tatjana tampil di Olimpiade pertamanya dalam usia 24 tahun, memenangi medali emas dan memecahkan rekor, memperlihatkan semuanya bisa dicapai," ujarnya menambahkan.
Kekasih Schoenmaker, Ruan Ras, yang juga atlet renang mengaku sangat bersemangat menyaksikan pasangannya berjuang dalam perlombaan final di Tokyo.
"Rasanya semua surealis, hanya menonton perlombaan dan melihat sentuhannya serta keterangan rekor dunia muncul di televisi, sungguh perasaan yang amat sangat luar biasa," katanya setelah beberapa putaran di kolam renang.
Baca juga: Lalu Zohri dan kepungan persaingan sengit sprinter di bawah 10 detik
Baca juga: Jadwal Indonesia, Sabtu: Zohri beraksi, Greysia/Apriyani di semifinal
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2021