"Dampak pandemi COVID-19 telah memberikan efek cukup dalam. Tidak hanya dari sektor kesehatan saja tetapi juga dari sisi ekonomi," ujar LaNyalla saat reses di Magetan, Jawa Timur, Sabtu.
Ia mengungkapkan, Pondok Pesantren Ar-Rohman telah memberdayakan masyarakat sekitar pondok untuk mengembangkan beberapa produk dari sumber daya alam Magetan. Salah satu yang diproduksi adalah "black garlic" yang banyak dicari konsumen karena dinilai bisa menangkal atau mengobati virus Corona.
"Setelah saya melihat suasana pondok di saat pandemi ini, saya sangat mengapresiasi upaya Ponpes Ar-Rohman dalam menangani dampak pandemi di lingkungan pondok, termasuk dengan memberdayakan masyarakat sekitar," katanya.
LaNyalla menyatakan siap membantu pengembangan black garlic agar bisa dikerjasamakan dengan Pemkab Magetan.
"Ini sangat bagus dan nanti bisa dikembangkan melalui kerja sama dengan Pemkab Magetan guna mendukung program ekonomi kerakyatan," ucap-nya.
Selain itu, pondok tersebut juga telah mendirikan rumah isolasi mandiri untuk mengantisipasi santri yang terpapar COVID-19. Hal ini dilakukan melihat tingginya angka "bed occupancy rate" (BOR) hampir di seluruh rumah sakit sehingga banyak pasien yang akhirnya ditolak.
Pada kesempatan tersebut, Pengasuh PP Ar-Rohman KH. Muhammad Ridho L.C, menjelaskan bahwa apa yang telah dilakukan adalah upaya untuk membantu warga dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19.
"Karena rumah sakit banyak yang penuh, ya kami mendirikan rumah isolasi agar kalau ada santri yang terpapar bisa dirawat di sini," kata KH Muhammad Ridho.
Baca juga: LaNyalla nilai seniman-budayawan perlu dapat bantuan khusus saat PPKM
Baca juga: Ketua DPD RI minta masyarakat tetap ikuti aturan perpanjangan PPKM
Terkait produksi black garlic, menurutnya Ponpes Ar-Rohman telah memproduksi sebelum COVID-19 masuk Indonesia. Tetapi saat masa pandemi permintaan dari luar terus meningkat, sehingga omzet mengalami kenaikan.
"Alhamdulillah, sebelum COVID-19 kami bisa istiqomah memproduksi dua kali. Di masa COVID-19 ini produksi kami terus naik," katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk bahan baku, ia menggunakan bawang lanang lokal yang ia peroleh dari petani di sekitar pondok dan dari petani di wilayah Sarangan Magetan. Harga bahan baku mencapai Rp120 ribu per kilogram. Dalam sekali produksi, ia membutuhkan bahan baku bawang lanang sebanyak 10 kilogram.
Sedangkan untuk biaya pengemasan per 10 kilogram mencapai Rp800 ribu, sehingga total biaya yang dibutuhkan dalam sekali produksi mencapai Rp2 juta. Dari 10 kilogram bawang putih lanang tersebut akan dikemas menjadi 100 pak yang dijual seharga Rp50 ribu per pack.
"Dengan biaya produksi Rp2 juta, omzet bisa mencapai Rp5 juta," ungkap-nya.
Hanya saja, ia mengeluh lamanya proses pengurusan perizinan di BPPOM. Ia mengaku hingga saat ini pihaknya masih menunggu proses selanjutnya.
"Sebenarnya pada tahapan verifikasi lapangan kami lolos, nunggu tahap selanjutnya. Tetapi karena produk kami ini jenis herbal, maka BPPOM tidak bisa mengeluarkan PIRT," tutur-nya.
Selain sulitnya mengurus perizinan, ia juga berharap mampu meningkatkan sarana produksi karena sejauh ini proses produksi masih tradisional.
"Yang ingin kami kembangkan adalah peralatan atau sarana produksi. Karena kami masih membutuhkan sejumlah peralatan untuk bisa memacu produksi di saat banyak permintaan," ujarnya.
Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021