Indonesia mengingatkan bahwa pengakuan terhadap vaksin hendaknya selalu menggunakan referensi yang diberikan oleh WHO.
Indonesia mendorong pengaturan berbagi dosis vaksin (dose-sharing) untuk mempercepat vaksinasi COVID-19 di negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
“Perlunya dijajaki kemungkinan pengaturan dose-sharing mechanism untuk mempercepat vaksinasi di negara-negara ASEAN,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat menyampaikan keterangan pers secara virtual tentang pertemuan para menlu ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) pada Senin.
Sebelumnya pada Juni, Menlu Retno menyoroti kesenjangan distribusi dan vaksinasi COVID-19 antara negara maju dan negara berkembang.
Dalam paparannya, Retno menyebutkan bahwa vaksinasi COVID-19 di Asia Tenggara baru sebesar 8,91 persen dari total populasi. Sebagai perbandingan, kawasan Amerika Utara telah memvaksin 64,33 persen dari total jumlah penduduk dan Eropa telah memvaksin 52,85 persen dari populasinya.
Untuk meningkatkan upaya pengadaan vaksin COVID-19, Sekretaris Jenderal ASEAN menyoroti penggunaan Dana Tanggapan COVID-19 ASEAN (the COVID-19 ASEAN Response Fund), melalui kontribusi dari negara anggota serta beberapa negara mitra.
“Indonesia telah memberikan kontribusi kepada COVID-19 ASEAN Response Fund,” kata Retno menegaskan.
Baca juga: Pimpin pertemuan menlu ASEAN-Rusia, Retno dorong kerja sama vaksin
Baca juga: Menlu China nyatakan bantu Indonesia jadi pusat produksi vaksin ASEAN
Kesepakatan menggunakan dana bersama untuk pengadaan vaksin COVID-19 telah dicapai saat pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta, April lalu.
Sebagai ketua ASEAN tahun ini, Brunei Darussalam mengatakan masing-masing negara anggota diharapkan memberi kontribusi sebesar 100.000 dolar AS (sekitar Rp1,43 miliar) kepada COVID-19 ASEAN Response Fund.
Dalam AMM ke-54 yang berlangsung virtual pada 2-6 Agustus 2021 itu Indonesia juga mengingatkan bahaya kebijakan diskriminatif terhadap jenis vaksin yang digunakan oleh negara dunia sebagai syarat dalam perjalanan.
“Indonesia mengingatkan bahwa pengakuan terhadap vaksin hendaknya selalu menggunakan referensi yang diberikan oleh WHO,” kata Retno, merujuk pada Organisasi Kesehatan Dunia.
Pernyataan Menlu Retno disampaikan menyusul laporan sejumlah negara, di antaranya Singapura dan Arab Saudi, yang tidak mengakui vaksin COVID-19 Sinovac buatan China, yang paling banyak digunakan di Indonesia.
Padahal, vaksin yang dikembangkan menggunakan metode virus yang dilemahkan itu telah mengantongi izin penggunaan darurat dari WHO sejak 1 Juni 2021 dengan efikasi 65,3 persen.
Baca juga: Malaysia klaim vaksinasi dosis pertama tertinggi di ASEAN
Baca juga: Menlu China nyatakan bantu Indonesia jadi pusat produksi vaksin ASEAN
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021