“Kami memperkirakan Indonesia akan keluar dari resesi pada kuartal II-2021,” kata Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky di Jakarta, Rabu.
Teuku menyatakan aktivitas ekonomi pada kuartal II-2021 relatif cukup kuat akibat beberapa faktor seperti pelonggaran peraturan pembatasan sosial, stimulus pemerintah, serta periode Ramadhan dan Idul Fitri.
Ia menjelaskan memasuki kuartal II sebagai indikasi pemulihan ekonomi yang signifikan, kinerja kredit meningkat tajam sepanjang April dan Mei 2021 terutama didorong oleh peningkatan kredit modal kerja dan kredit investasi.
Menurut dia, pertumbuhan positif pada kredit konsumsi dan akselerasi inflasi inti menunjukkan daya beli mulai pulih meskipun konsumen masih enggan berbelanja.
Kemudian, Indonesia juga terus mencatatkan surplus perdagangan selama 13 bulan berturut-turut sejak Mei tahun lalu di tengah awal gelombang kedua pandemi COVID-19 hingga Juni 2021.
Baca juga: Menkeu: Pendalaman sektor keuangan ciptakan ekonomi berkelanjutan
Di sisi lain, untuk surplus transaksi berjalan diperkirakan akan tetap berada di wilayah negatif yang tidak jauh dari angka kuartal I-2021 karena surplus perdagangan barang lebih kecil dan defisit perdagangan jasa masih berlanjut.
“Indonesia tidak lagi menikmati surplus sejak awal 2021 dengan berlanjutnya defisit transaksi berjalan sebesar 0,36 persen dari PDB pada kuartal I-2021,” ujarnya.
Sementara itu, impor barang mentah dan barang modal mulai bangkit pada kuartal II sehingga berbeda dengan impor tahun lalu yang melemah akibat pandemi.
Untuk impor barang modal masih menjadi penyumbang utama total impor terutama yang terdiri dari produk mesin dan elektronika mencakup sekitar 25 persen dari total impor.
Produk kimia industri juga masih menjadi produk impor tertinggi ketiga oleh Indonesia dari luar negeri seiring tingginya permintaan alat dan bahan medis bahkan diperkirakan meningkat dalam waktu dekat.
Kenaikan impor ini sejalan dengan tanda ekspansi industri untuk mendukung pemulihan ekonomi yang tercermin dari angka PMI di atas 50 sepanjang Mei hingga Juni 2021.
Untuk ekspor juga relatif tidak berubah pada kuartal II-2021 karena masih didominasi oleh komoditas mentah yang terdiri dari sumber daya mineral, lemak nabati, dan logam mulia.
Lonjakan harga komoditas yang cukup signifikan akibat berlanjutnya pemulihan permintaan dari pandemi COVID-19 telah berkontribusi pada pangsa ekspor komoditas Indonesia yang lebih signifikan.
Baca juga: Anggota DPR harapkan pemerintah revisi pertumbuhan ekonomi pada 2021
Peningkatan impor barang yang hampir melampaui perbaikan ekspor seiring dengan terus berlanjutnya defisit perdagangan jasa telah mengembalikan transaksi berjalan ke level defisit.
Dengan melihat angka perdagangan luar negeri selama tiga bulan terakhir, defisit transaksi berjalan berpotensi besar akan bertahan di kuartal II.
Di sisi lain, lonjakan tajam dalam kasus positif COVID-19 dan pembatasan sosial yang berkepanjangan sejak akhir Juni diperkirakan akan menahan kemajuan pemulihan ekonomi pada sisa kuartal tahun ini termasuk kuartal III-2021.
Oleh sebab itu, LPEM FEB UI memproyeksikan perekonomian Indonesia pada kuartal III-2021 akan kembali menurun seiring dengan lonjakan kasus COVID-19 dan pemberlakuan PPKM Darurat.
Teuku menegaskan pemerintah Indonesia tidak dapat menghindari dampak negatif terhadap aspek ekonomi ketika penanganan aspek kesehatan sedang diperketat.
Ia menuturkan, meskipun tingkat vaksinasi terus meningkat namun kemajuan dari kecepatan vaksinansi masih relatif lambat untuk mencapai kondisi herd immunity dalam waktu dekat.
Hal ini yang melatarbelakangi LPEM FEB UI memperkirakan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2021 hanya akan berada di kisaran 3,2 persen sampai 3,9 persen.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021