Apa pun upaya KPU dalam menyusun rencana pelaksanaan Pemilu 2024 harus tetap dalam koridor UU Pemilihan Umum.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) memikirkan ulang konsep penyederhanaan surat suara pada Pemilu 2024 seperti wacana pengurangan jumlah lembaran surat suara.
Luqman Hakim mengaku pernah mendengar ide KPU untuk menyederhanakan surat suara Pemilu 2024 dengan mengurangi jumlah surat suara agar tidak lagi berjumlah lima lembar, yaitu surat suara capres/cawapres, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
"Jika yang dimaksud penyederhanaan hanya untuk mengurangi jumlah lembaran surat suara, apakah tidak makin menyulitkan rakyat untuk memberikan suara? Apalagi jika rakyat disuruh menuliskan pilihan di satu lembar kertas, banyak yang kesulitan," kata Luqman kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ia mengingatkan setiap upaya perbaikan aturan pelaksanaan pemilu harus bertujuan makin memudahkan masyarakat menggunakan hak politik untuk memberikan suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Hal itu, menurut dia, harus menjadi pertimbangan paling utama bagi penyelenggara pemilu, khususnya KPU, bukan pertimbangan efisiensi anggaran dan sejenisnya.
"Saya minta apa pun upaya KPU dalam menyusun rencana pelaksanaan Pemilu 2024 harus tetap dalam koridor Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Jangan sampai aturan pelaksanaan yang dibuat KPU melanggar norma UU agar tidak memunculkan masalah serius terhadap keabsahan hasil Pemilu 2024," ujarnya.
Berdasarkan pengalaman Pemilu 2019, kata dia, sebagian pemilih kesulitan mencari gambar partai dan nama calon anggota legislatif (caleg) yang akan dipilih padahal satu kertas hanya berisi satu pemilihan.
Menurut politikus PKB itu, kalau masyarakat kesulitan dengan satu kertas hanya berisi satu pemilihan, lalu bagaimana ketika satu kertas diisi banyak pemilihan sehingga dikhawatirkan makin menyulitkan warga dalam memilih.
"Rencana KPU itu hanya menyederhanakan jumlah surat suara tetapi sama sekali tidak membuat rakyat makin mudah memilih. Saya pastikan rakyat makin bingung karena itu saya akan menolak rencana penyederhanaan surat suara tersebut," ujarnya.
Ia menilai selama UU Pemilu tidak direvisi sebenarnya nyaris tidak ada celah untuk membuat desain baru surat suara sehingga kalau KPU melakukan sejumlah simulasi perubahan kertas suara, hasilnya tetap masih lebih baik dengan model lima kertas suara seperti yang telah dipraktikkan di Pemilu 2019.
Menurut dia, desain surat suara calon anggota DPR, DPR provinsi, dan DPRD kabupaten/kota apabila berisi lambang partai, nomor dan nama partai, foto, nama dan nomor urut masing-masing caleg, lebih memudahkan bagi rakyat untuk memilih.
Namun, hal tersebut menurut Luqman tidak mungkin dilakukan selama UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah atau direvisi.
Baca juga: Kader Golkar mulai sosialisasikan Airlangga sebagai capres
Baca juga: Politikus: Komunitas JokPro tak goyahkan kenegarawanan Jokowi-Prabowo
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021