Indonesia siap membuka jasa layanan bunkering marine fuel oil (MFO) di Selat Sunda setelah ditandatanganinya nota kesepahaman antara Krakatau International Port dengan PT Pertamina Patra Niaga di Jakarta, Rabu (4/8).... ini merupakan realisasi komitmen Indonesia untuk menciptakan dan meningkatkan pelayanan jasa MFO di berbagai pelabuhan strategis di Indonesia...
Disaksikan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Araujo, nota kesepahaman itu akan mempertegas kerja sama pelayanan jasa Bunkering Marine Fuel Oil di pelabuhan Krakatau International Port (KIP) serta di wilayah perairan strategis Indonesia terutama di Selat Sunda.
"Nota Kesepahaman ini merupakan realisasi komitmen Indonesia untuk menciptakan dan meningkatkan pelayanan jasa MFO di berbagai pelabuhan strategis di Indonesia," kata Araujo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Pertamina salurkan 154 kiloliter bahan bakar untuk kapal perang India
MFO atau bahan bakar minyak untuk kapal dengan kandungan sulfur maksimal 0,5 persen mass by mass (m/m) merupakan bahan bakar kapal yang sesuai dengan mandatori International Maritime Organization mengenai bahan bakar kapal dengan kadar sulfur maksimal 0,5 persen wt yang berlaku mulai 1 Januari 2020.
Menurut dia, bahan bakar minyak untuk kapal mempunyai potensi sangat ekonomis untuk dimaksimalkan. Selama ini, peluang ekonomi MFO belum dioptimalkan padahal ada ribuan kapal berukuran besar dan kargo internasional yang melintas di sepanjang Selat Sunda.
Ia meyakini ada economic and opportunity loss (kerugian dan peluang) akibat belum adanya jasa bunkering bahan bakar minyak untuk kapal di Selat Sunda hingga Selat Malaka.
Baca juga: Kapal tanker raksasa Pertamina perkuat pasokan energi nasional
Ia memperkirakan sekitar 173 miliar dolar AS potensi ekonomi yang hilang dari jasa bunkering, crew change (pergantian kru), dan penyediaan logistik dari kapal-kapal yang melewati Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda, dan Selat Lombok.
Berdasarkan data 2020, jumlah kapal yang melintas di sepanjang Selat Sunda sebanyak 53.068 kapal (dengan 150 kapal melintas per hari), sedangkan di jalur Selat Malaka dan Selat Singapura berkisar 120.000 kapal (dengan 350 kapal melintas per hari di Selat Malaka)
"Kami telah siapkan hot spots beberapa pelabuhan strategis di sepanjang selat-selat tersebut dengan bisnis MFO ini," jelasnya.
Baca juga: Kilang Plaju Pertamina mulai produksi bahan bakar kapal sulfur
Ia yakin, kerja sama itu dapat meningkatkan penerimaan negara dan keuntungan luar biasa terutama untuk pendapatan negara, kesejahteraan masyarakat, dan yang terpenting Indonesia siap dan mampu untuk memberikan layanan jasa MFO di wilayah perairan strategis Indonesia.
"Ke depan, pelabuhan di Indonesia bisa memberikan pelayanan terbaik dan mampu bersaing dengan negara tetangga lainnya," kata dia.
Melalui kerja sama bisnis bunkering MFO itu, pengembangan potensi ekonomi melalui pelayanan jasa bunkering MFO di berbagai pelabuhan strategis di Indonesia akan semakin meningkatkan profil kepelabuhanan Indonesia sekaligus memperkuat postur energi Indonesia khususnya penyediaan bahan bakar kapal MFO sulfur rendah 180 cSt (centistockes) bersama Pertamina Group.
Baca juga: Pertamina miliki kapal tanker raksasa baru berkapasitas dua juta barel
Hal itu juga sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29/2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim dikarenakan kadar sulfur pada bahan bakar kapal dan internasional untuk memproduksi MFO sulfur rendah 180 cSt.
Pertamina melalui Unit Pemurnian III Plaju telah meluncurkan bahan bakar kapal MFO Sulfur rendah 180 cSt dan akan memproduksi MFO 180 cSt sebanyak 380.000 KL per tahun atau kurang lebih 200.000 barel per bulan serta dapat didistribusikan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia maupun selain Indonesia yang memasuki pelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021