"Kalau ingin mengembangkan pariwisata berbasis konservasi di TN Komodo itu, adalah suatu keharusan bagi pemerintah melibatkan masyarakat sebagai aktor utamanya, terutama masyarakat Ata Modo yang selama ini memang sudah berdiam di sana, sangat memahami situasi di sana," kata Direktur Eksekutif WALHI Nasional dalam diskusi virtual tentang TN Komodo yang dipantau dari Jakarta, Kamis malam.
Nur menegaskan bahwa masyarakat asli yang berdiam di area tersebut, seperti Ata Modo yang merupakan penduduk asli wilayah tersebut sejak ribuan tahun lalu, memiliki penghormatan terhadap komodo dan keseluruhan ekosistem di daerah tersebut.
Dalam kesempatan tersebut dia juga menyoroti imbauan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO) terkait pembangunan infrastruktur di TN Komodo.
Dalam pertemuan Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee/WHC) UNESCO pada 16-31 Juli 2021 menghasilkan dokumen WHC/21/44.COM/7B yang salah satu poinnya merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan proyek infrastruktur yang berpotensi berdampak pada outstanding universal values (OUV) yang merupakan salah satu kriteria penilaian UNESCO untuk menetapkan TN Komodo sebagai warisan dunia.
UNESCO, katanya, meminta sampai AMDAL direvisi dan diserahkan untuk ditinjau Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN).
Dia menyebut masyarakat lokal melihat gelar Warisan Dunia yang diberikan kepada TN Komodo adalah suatu kebanggaan dan memiliki arti penting, bukan hanya sekadar pariwisata.
Untuk itu dia mendorong pemerintah mengikuti rekomendasi dari UNESCO, dengan aspirasi masyarakat lokal menjadi salah satu penentu pengembangan.
"Aspirasi masyarakat sejak awal itu harus dihormati," katanya, menegaskan.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021