KPK, Kamis memeriksa Sri sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019.
"Sri Haryati (Plt Sekda DKI Jakarta 2020) didalami pengetahuannya terkait dengan proses pengajuan anggaran Penyertaan Modal Daerah (PMD) dari Pemprov DKI Jakarta kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satunya diduga diperuntukan bagi pengadaan tanah di Munjul," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta.
Selain Sri, KPK juga memeriksa dua saksi lainnya untuk tersangka Rudy dan kawan-kawan, yakni Kabid Usaha Transportasi, Properti, dan Keuangan Badan Pembinaan BUMD DKI Jakarta Ahmad Giffari dan Maulina selaku General Manager KSO Nuansa Cilangkap/Junior Manager Sub Divisi Pengembangan Usaha Sarana Jaya periode 2019-Juni 2020.
Untuk saksi Giffari, kata Ali, didalami pengetahuannya terkait dengan teknis pencairan PMD dari Pemprov DKI Jakarta kepada Sarana Jaya yang salah satunya diduga diperuntukan untuk pengadaan tanah di Munjul.
Sementara saksi Maulina didalami pengetahuannya terkait berbagai tahapan awal dilakukannya pengadaan tanah di Munjul.
Baca juga: KPK dalami pengelolaan APBD DKI terkait pengadaan tanah di Munjul
Baca juga: KPK jelaskan konstruksi perkara jerat Rudy Hartono sebagai tersangka
Selain Rudy, KPK juga telah menetapkan empat tersangka lainnya, yakni mantan Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo (AP).
Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, KPK menjelaskan bahwa Sarana Jaya diduga dilakukan secara melawan hukum, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Selanjutnya, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara "backdate" dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
Baca juga: KPK menahan tersangka korupsi pengadaan tanah di Munjul DKI Jakarta
Dalam perkembangan kasus tersebut, Ketua KPK Firl Bahuri mengatakan lembaganya bakal mendalami berapa anggaran yang sebenarnya diterima Sarana Jaya terkait pengadaan tanah di Munjul tersebut.
"Jadi tentu itu akan didalami, termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya yang diterima oleh BUMD Sarana Jaya karena cukup besar, misalnya angkanya sesuai dengan APBD itu ada Surat Keputusan Nomor 405 itu besarannya kurang lebih Rp1,8 triliun. Terus ada Surat Keputusan 1684 itu dari APBD Perubahan sebesar Rp800 miliar, ini semuanya kami dalami," kata Firli saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/8).
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021