Tak ada kaitan sebab-akibat antara vaksin COVID-19 dan gangguan menstruasi yang ditemukan sejauh ini, kata Badan Obat-obatan Eropa (EMA) pada Jumat.
EMA mengatakan pihaknya telah meneliti kasus-kasus gangguan menstruasi yang dilaporkan setelah vaksinasi dan telah meminta lebih banyak data dari pengembang vaksin untuk memeriksa masalah tersebut.
Gangguan menstruasi bisa muncul karena berbagai sebab, dari stres dan kelelahan hingga kondisi medis yang mendasarinya seperti fibroid dan endometriosis.
Secara terpisah, EMA pada Jumat merekomendasikan trombositopenia imun (trombosit darah rendah), pusing, dan tinitus (telinga berdenging) untuk dimasukkan sebagai kemungkinan reaksi yang ditimbulkan oleh vaksin dosis tunggal Johnson & Johnson (J&J).
Baca juga: AS berencana wajibkan pengunjung asing divaksin
EMA menekankan manfaat vaksin J&J masih lebih besar dari risikonya.
Mereka menambahkan bahwa 1.183 kasus pusing dan lebih dari 100 kasus tinitus telah dianalisis untuk mencapai kesimpulan itu.
J&J belum memberikan tanggapannya.
Bulan lalu EMA memasukkan gangguan degenerasi saraf langka, Guillain-Barr syndrome (GBS), sebagai kemungkinan efek samping dari suntikan J&J.
Baca juga: Pfizer, Moderna naikkan harga vaksin COVID di Uni Eropa
Perusahaan yang berbasis di AS itu telah berjuang memasok vaksinnya ke Uni Eropa.
EMA juga menambahkan GBS sebagai kemungkinan efek samping vaksin AstraZeneca. Laporan tentang hal itu masih dipantau, kata EMA Jumat.
Vaksin J&J dan AstraZeneca dikembangkan dengan teknologi yang serupa, namun menggunakan versi virus flu yang berbeda untuk membangun kekebalan tubuh.
Sumber: Reuters
Baca juga: Biden tawarkan 'tempat berlindung' bagi penduduk Hong Kong di AS
Baca juga: Kebakaran hutan Yunani, penghuni pulau dievakuasi
Pewarta: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021