• Beranda
  • Berita
  • RJ Lino didakwa rugikan negara 1,99 juta dolar AS

RJ Lino didakwa rugikan negara 1,99 juta dolar AS

9 Agustus 2021 16:32 WIB
RJ Lino didakwa rugikan negara 1,99 juta dolar AS
Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino alias RJ Lino menjalani sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/8/2021). ANTARa/Desca Lidya Natalia
Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino alias RJ Lino didakwa merugikan keuangan negara senilai 1.997.740,23 dolar AS karena melakukan intervensi dalam pengadaan 3 unit quayside container crane (QCC) tahun 2010 di pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Palembang (Sumatera Selatan).

"Terdakwa selaku Dirut PT. Pelindo II (Persero) bersama-sama dengan Ferialdy Norlan yang menjabat sebagai Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II dan Weng Yaogen selaku Chairman Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) China dengan melakukan intervensi dalam pengadaan 3 unit QCC yang mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pelindo II (Persero) sebesar 1.997.740,23 dolar AS," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Kerugian negara itu berdasarkan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis KPK dan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Pengadaan QCC tahun 2010 pada PT Pelindo II dan instansi terkait lainnya di Jakarta, Lampung, Palembang dan Pontianak.

PT Pelindo II diketahui membutuhkan "container crane" dan setelah beberapa kali dilakukan pelelangan akan tetapi mengalami kegagalan sehingga pada April 2009, PT Pelindo II kembali melakukan pengadaan "container crane" dan mengubah spesifikasi "crane" bekas menjadi "New Single Lift QCC" atau "QCC Single Lift" baru kapasitas 40 ton melalui mekanisme pelelangan untuk pelabuhan Palembang, pelabuhan Panjang dan pelabuhan Pontianak.

Baca juga: KPK limpahkan berkas perkara RJ Lino ke Pengadilan Tipikor Jakarta

Baca juga: KPK apresiasi putusan hakim tolak praperadilan RJ Lino


Setelah dilakukan pelelangan tidak ada peserta yang dapat memenuhi persyaratan sehingga pelelangan gagal sehingga PT. Pelindo II melakukan pelelangan ulang dan juga penunjukan langsung kepada PT Barata Indonesia.
Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino alias RJ Lino menjalani sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/8)

RJ Lino kemudian memerintahkan Ferialdy Noerlan selaku Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II agar mendampingi pegawai dari HDHM yaitu Tao selaku engineer HDHM dan Julia Zhu selaku penerjemah sekaligus mantan sekretaris RJ Lino saat bekerja di perusahaan AKR China untuk survei ke Pelabuhan Panjang, Palembang, Pontianak dan Jambi padahal pada saat itu PT. Pelindo II belum memulai proses pengadaan QCC tapi RJ Lino justru memberikan kesempatan kepada HDHM yang merupakan perusahaan pembuat "crane" untuk melakukan survei

Pada 18 Januari 2010, RJ Lino menerima tembusan laporan hasil proses negosiasi pelelangan umum pengadaan "New Single Lift QCC" kapasitas 40 ton untuk cabang Pelabuhan Panjang, Palembang dan Pontianak dengan menunjuk langsung PT Barata Indonesia, namun setelah dilakukan negosiasi tidak dicapai kesepakatan harga sehingga proses penunjukan langsung PT Barata Indonesia dinyatakan gagal.

"Terdakwa lalu memerintahkan agar dilakukan penunjukan langsung dan terdakwa menentukan sendiri untuk penujukan langsung yaitu HDHM, ZPMC serta Doosan Korea," ungkap jaksa Wawan.

Ferialdy Noerlan lalu memberikan disposisi kepada Senior Manager (SM) Peralatan Haryadi Budi Kuncoro dan Kepala Biro Pengadaan Wahyu Herdianto dengan disposisi: "Selesaikan segera" dan dengan catatan: "Agar dipersiapkan dan dilaksanakan segera proses pemilihan langsungnya".

Namun perintah RJ Lino untuk melakukan pemilihan langsung penyedia barang yang peserta-nya dari luar negeri tersebut tidak bisa langsung dilakukan dikarenakan tidak ada dasar hukum.

Agar dapat melakukan penunjukan langsung untuk produsen luar negeri tersebut, RJ Lino pun memerintahkan agar dilakukan perubahan atas SK Direksi tentang tata cara pengadaan barang dan jada di PT Pelindo II yaitu menjadi Surat Keputusan (SK) Direksi Nomor HK.56/6/18/PI.II-09 tanggal 31 Desember 2009 yang sengaja dibuat tangga mundur karena keputusan tersebut diregistrasikan pada Februari 2010.

"Dengan perubahan ini, PT Pelindo II dapat mengundang penyedia barang dan jasa dari luar negeri untuk pengadaan QCC sehingga proses pengadaan barang/jasa tidak lagi ditujukan untuk semaksimal mungkin menggunakan produksi dalam negeri dan memberikan preferensi harga bagi barang produksi dalam negeri dan juga ditujukan untuk mengakomodir penawaran dan aanwijzing sehingga dapat dilakukan melalui 'email'," ungkap jaksa.

PT. Pelindo II secara bertahap menerima penawaran calon penyedia barang yaitu dari HDHM menawarkan 15.024.000 dolar AS, ZPMC menawarkan 22.263.000 dolar AS termasuk biaya pemeliharaan selama 6 tahun, sedangkan pihak Doosan Korea Selatan mengundurkan diri karena tidak dapat menemukan perusahaan yang sesuai untuk melaksanakan pemeliharaan QCC.

"Tanpa adanya kajian serta evaluasi teknis, terdakwa memutuskan untuk menggunakan 'Twin Lift' 50 ton dari HDHM dengan mengatakan 'Kita pakai Twin Lift QCC saja, karena harganya lebih murah dari Single Lift QCC dari ZPMC', walau pengadaan QCC di PT Pelindo II adalah tipe QCC 'Single lift' yang sesuai dengan infrastruktur yang ada di pelabuhan Panjang, Palembang dan Pontianak," papar jaksa.

Pada 25 Februari 2010, Asisten Senior Manager Alat Bongkar Muat Mashudi Sanyoto membuat nota dinas yang menyatakan atas hasil evaluasi teknis dokumen lelang bahwa HDHM dan ZPMC tidak memenuhi syarat.

Namun atas laporan tersebut, pada 5 Maret 2009 Ferialdy Noerlan memberikan memo kepada Wahyu Hardiyanto agar tetap mengevaluasi tentang standar China dan vendor list HDHM dan disesuaikan dengan kebutuhan walaupun HDHM tidak memenuhi persyaratan teknis. RJ Lino juga memberikan perintah kepada Ferialdy selaku Direktur Operasi dan Teknik, Saptono Rahayu Irianto selaku Direktur Komersial dan pengembangan Usaha serta Wahyu Hardianto selaku Kepala Biro Pengadaan untuk tetap memproses "twin lift" QCC, padahal HDHM tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis.

Kontrak lalu ditandatangani pada 30 Maret 2010 antara Weng Yaogen yang menjabat sebagai Chairman HDHM dan Ferialdy Noerlan yaitu sebesar 17.165.386 dolar AS selama 11 bulan garansi 1 tahun dan untuk pemeliharaan selama 5 tahun sebesar 1.611.386 dolar AS.

Dengan adanya kontrak tersebut, pada 30 September - 21 Oktober 2011 Pelindo II menerima penyerahan pekerjaan dari pihak HDHM berupa 3 unit "Twin lift" QCC di pelabuhan Panjang, pelabuhan Pontianak serta pelabuhan Palembang tapi ketiga unit tersebut tidak pernah dilakukan "pre-delivery commissioning test" di lokasi pabrik HDHM sebelum pengiriman serta "commissioning test" pada saat pemasangan di lokasi masing-masing pelabuhan yaitu "Static Load Test" dan "Deflection Test"sehingga tidak di ketahui kualitas dan kemampuannya.

Walaupun pengadaan dan pemeliharaannya dilakukan tidak mengikuti prosedur, pihak HDHM tetap mengajukan permohonan pembayaran kepada pihak PT. Pelindo II dan atas permohonan tersebut TJ tetap memberikan persetujuan untuk pembayaran kepada pihak HDHM sebesar 15.165.150 dolar AS dalam beberapa tahap yaitu;

1. Pembayaran termin pertama sebesar 3.110.800 dolar AS dibayarkan melalui Bank Mandiri Cabang Jakarta Tanjung Priok
2. Pembayaran termin kedua sebesar 1.555.400 dolar AS pada 11 Mei 2010
3. Pembayaran termin Ketiga sebesar 4.666.200 dolar AS melalui "Letter of Credit"
4. Pembayaran termin keempat sebesar 3.110.800 dolar AS melalui "letter of credit" pada 15 November
5. Pembayaran termin kelima sebesar 2.333.100 dolar AS melalui "letter of credit" pada 15 November 2011
6. Pembayaran termin Keenam, sebesar 388.850 dolar AS untuk sub kontak pekerjaan pemeliharaan dengan PT Jasa Peralatan Pelabuhan (PT JPP).

Sehingga PT Pelindo II telah melakukan pembayaran ke HDHM sebesar 1.142.842,61 dolar AS padahal biaya pemeliharaan 3 QCC hanya sebesar 939.107,08 dolar AS sebagaimana pembayaran pihak HDHM kepada PT JPP selaku sub-kontraktor pekerjaan pemeliharaan "twin lift" QCC.

Akibat perbuatan RJ Lino, mengakibatkan tidak diperolehnya produk "twin lift" QCC dengan harga wajar yaitu sebesar 13.579.088,71 yang berasal dari nilai harga pokok produksi sebesar 10.000.262,85 dolar AS; margin keuntungan wajar sebesar 2.553.418,86 dolar AS; biaya lain-lain sebesar 1.025.407 dolar AS dan menyebabkan terjadinya kemahalan harga sebesar 1.974.911,29 dolar AS.

"Bahwa akibat perbuatan terdakwa melakukan intervensi pengadaan 3 unit 'Twinlift QCC' berikut pekerjaan jasa pemeliharaannya telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara cq PT Pelabuhan Indonesia II sebesar 1.997.740,23 dolar AS," ungkap jaksa Wawan.

Baca juga: KPK serahkan 56 bukti dalam sidang praperadilan RJ Lino

Rinciannya adalah kerugian dari pengadaan 3 unit QCC sebesar 1.974.911,29 dolar AS dan kerugian dari jasa pemeliharaan 3 unit QCC sebesar 22.828,94 dolar AS.

Atas perbuatannya, RJ Lino dikenakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap dakwaan tersebut, RJ Lino akan mengajukan nota keberatan (eksepsi).

"Saya sudah mendengar sebelumnya dan saya mengerti dan saya akan menyampaikan eksepsi. Saya juga mohon izinkan berkonsultasi secara langsung dengan penasihat hukum saya karena saya sudah 68 tahun dan sulit bila hanya 'online' dengan penasihat hukum, tentu dengan tetap menjaga protokol kesehatan di rutan," kata RJ Lino dalam persidangan.

Sidang pembacaan eksepsi akan dilakukan pada 16 Agustus 2021.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021