10 atlet yang menjadi "wajah" Olimpiade Tokyo

10 Agustus 2021 19:16 WIB
10 atlet yang menjadi "wajah" Olimpiade Tokyo
Kembang api menyala di atas Stadion Olimpiade dan kata "Arigato" yang berarti "terima kasih" terpampanga pada akhir upcara penutupan Olimpiade Tokyo 2020 di Stadion Olimpiade, Tokyo, 8 Agustus 2021. ANTARA/AFP/Oli Scarff/pri.

Olimpiade Tokyo 2020 resmi berakhir pada Minggu (8/8) dan kontingen Amerika Serikat keluar sebagai juara umum untuk ke-18 kalinya dalam pesta olahraga terbesar sejagad tersebut.

Namun Olimpiade yang merupakan panggung persaingan terbesar atlet dari seluruh dunia itu tidak hanya sebagai ajang perebutan medali maupun gelar juara umum, tetapi juga tempat lahirnya nama-nama atlet yang mencuri perhatian dan bakal dikenang bahwa itu hanya terjadi di Olimpiade Tokyo 2020.

Kisah yang ditulis para atlet di Tokyo beragam, mulai dari pencetak rekor dunia dan rekor raihan medali terbanyak, kontestan termuda peraih emas, hingga keputusan mundurnya bintang besar dari Olimpiade.

Baca juga: Klasemen akhir medali Olimpiade Tokyo: AS juara umum, Indonesia ke-55
Baca juga: Sembilan momen paling dikenang dari Olimpiade Tokyo 2020

 

Berikut 10 atlet yang menjadi "wajah" Olimpiade Tokyo versi AFP:

Momiji Nishiya

Atlet Jepang Momiji Nishiya menjadi salah satu juara Olimpiade nomor perseorangan paling muda sepanjang masa ketika menggondol medali emas skateboard putri dalam usia 13 tahun 330 hari.

Dia hanya dua bulan lebih tua dari Marjorie Gestring yang menjadi atlet termuda sepanjang masa ketika menjuarai loncat indah papan 3 meter putri pada Olimpiade Berlin 1936.

Bocah yang kalau di Indonesia masih duduk di kelas satu SMP itu finis mengungguli atlet Brazil Rayssa Leal yang juga masih muda, 13 tahun 203 hari, yang harus puas mendapatkan medali perak. Sedangkan atlet Jepang lainnya Funa Nakayama yang berusia 16 tahun merebut medali perunggu dalam cabang olahraga debutan Olimpiade itu.

Baca juga: Gadis 13 tahun jadi perempuan pertama rebut emas skateboard Tokyo 2020
Baca juga: Skateboard dan kisah dua anak sekolahan menggebrak Tokyo 2020

 

Allyson Felix

Pelari Amerika Serikat Allyson Felix menjadi atlet atletik putri pertama yang telah mengumpulkan 11 medali Olimpiade setelah ia memenangi perunggu dalam nomor 400m dan emas dalam nomor estafet 4x400m di Tokyo 2020.

Capaian tersebut membuat Felix menjadi atlet putri yang mendapatkan medali Olimpiade terbanyak dari cabang atletik, satu lebih banyak dari legenda atletik Amerika Serikat Carl Lewis sebagai peraih medali Olimpiade terbanyak sebelum ini.

Baca juga: AS rebut emas 4x400m putri, Allyson Felix sebelas medali
 

Lamont Marcell Jacobs

Lamont Marcell Jacobs mencatatkan sejarah sebagai pelari pertama dari Italia yang merebut medali emas dalam nomor lari paling bergengsi, yakni 100m putra di Olimpiade Tokyo.

Tak hanya itu, Jacobs juga menjadi pemilik mahkota lari 100m putra di Olimpiade setelah pensiunnya legenda Jamaika Usain Bolt, yang selalu mendominasi podium utama dalam tiga Olimpiade terakhir.

Pelari berusia 26 tahun itu datang sebagai non-unggulan, tetapi berhasil mengalahkan para pelari dunia papan atas yang difavoritkan juara, seperti Fred Kerley dari Amerika Serikat dan Andre de Grasse dari Kanada yang masing-masing meraih perak dan perunggu.

Baca juga: Marcell Jacobs rebut emas lari 100m putra Olimpiade Tokyo
 

Elaine Thompson-Herah

Sprinter putri Jamaika Elaine Thompson-Herah juga mencetak sejarah dengan mengawinkan medali emas 100m dan 200m Olimpiade Tokyo 2020 yang mengulangi kesuksesan yang dia torehkan dalam Olimpiade 2016 Rio de Janeiro.

Prestasi tersebut kian menegaskan status pelari berusia 29 tahun itu sebagai ratu sprint dunia karena dia sukses menjadi perempuan pertama yang memenangi dua medali emas 100m dan 200m Olimpiade secara berturut-turut.

Baca juga: Thompson-Herah cetak sejarah ulangi dua emas Rio di Tokyo 2020
 

Yulimar Rojas

Atlet Venezuela Yulimar Rojas memecahkan rekor dunia lompat jangkit putri yang telah bertahan 26 tahun lamanya saat tampil dalam babak final dan meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020.

Rojas membukukan lompatan sejauh 15,67 meter di Tokyo dan membuatnya menghapuskan nama atlet Ukraina Inessa Kravets, yang sebelumnya memegang rekor lompat jangkit putri dengan lompatan 15,50 meter pada 1995 silam.

Tak hanya mematahkan rekor dunia, Rojas yang meraih perak di Rio 2016 itu menjadi atlet perempuan pertama peraih medali emas untuk Venezuela di ajang Olimpiade.

Baca juga: Rekor dunia lompat jangkit putri patah di Tokyo setelah 26 tahun
 

Mutaz Barshim dan Gianmarco Tamberi

Sportivitas tertinggi ditunjukkan oleh atlet Qatar Mutaz Barshim yang membujuk penyelenggara agar medali emas bisa dibagi dengan teman sekaligus rivalnya, Gianmarco Tamberi dari Italia dalam babak final lompat tinggi putra Olimpiade Tokyo 2020.

Permintaan tersebut diajukan ketika Barshim dan Tamberi mencatatkan lompatan yang sama setinggi 2,37m dan tidak ada percobaan yang gagal sampai mereka harus melakukan lompatan setinggi 2,39m demi perebutan medali emas.

Setelah masing-masing atlet gagal dalam tiga kali percobaan, seorang ofisial menawarkan satu lompatan penentu. Namun Barshim justru menawarkan agar mereka bisa berbagai medali emas, yang langsung disetujui oleh ofisial tersebut.

“Dia adalah salah satu teman terbaik saya, tidak hanya di trek, tetapi di luar trek. Kami bekerja sama. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Ini adalah semangat sejati, semangat olahragawan, dan kami di sini menyampaikan pesan ini,” kata Barshim.

Baca juga: Berteman baik, atlet Qatar dan Italia berbagi emas di lompat tinggi
 

Caeleb Dressel​​​​​​​

Perenang Amerika Serikat Caeleb Dressel menjadi raja kolam renang di Olimpiade Tokyo dengan memenangi lima medali emas dengan tiga di antaranya diraih dari nomor individu.

Emas pertama direbut dalam nomor 100m gaya bebas sekaligus memecahkan rekor Olimpiade milik Eamon Sullivan (Australia) dengan catatan waktu 47,02 detik.
Setelah itu, Dressel kemudian merebut emas nomor 100m gaya kupu-kupu sekaligus memecahkan rekor dunia dengan catatan waktu 49,45 detik.

Perenang 24 tahun itu juga merebut emas nomor 50m gaya bebas dan memecahkan rekor Olimpiade dengan catatan waktu 21,07 detik yang sebelumnya dipegang oleh Cesar Cielo dari Brazil dengan catatan waktu 21,30 detik.

Emas keempat didapat dari nomor estafet 4x100m gaya bebas putra dengan catatan waktu 3 menit 8,97 detik.

Spesialis renang nomor sprint itu mengakhiri renang Olimpiade Tokyo dengan merebut emas kelimanya dalam nomor estafet 4x100m gaya ganti putra setelah mencatatkan waktu 3 menit 26,78 detik bersama rekannya, Ryan Murphy, Michael Andrew, dan Zach Apple.

Baca juga: Dressel dan McKeon kuasai renang nomor sprint Olimpiade Tokyo
Baca juga: Caeleb Dressel tak ingin ubah gaya hidup meski juarai Olimpiade

 

Emma McKeon​​​​​​​

Perenang Australia Emma McKeon mencetak sejarah di Tokyo Aquatics Centre setelah dia menyabet dua medali emas dari nomor sprint 50m gaya bebas putri dan estafet 4x100m gaya ganti.

McKeon bukan saja menutup hari terakhir Olimpiade Tokyo dengan dua medali dari nomor bergengsi renang tersebut, tetapi juga menciptakan sejarah baru sebagai perenang perempuan pertama yang meraih tujuh medali dalam satu Olimpiade yang sama, terdiri dari empat emas dan tiga perunggu.

Empat medali emas yang disabet perenang 27 tahun di Tokyo 2020 itu datang dari nomor estafet 4x100m gaya bebas putri yang memecahkan rekor dunia, 4x100m gaya ganti putri yang membuat rekor baru Olimpiade, nomor sprint 50m gaya bebas putri, dan 100m gaya bebas putri yang juga memecahkan rekor Olimpiade.

Sementara medali perunggu yang disabet McKeon adalah 100m gaya kupu-kupu, estafet 4x100 gaya bebas, dan estafet 4x200 campuran yang merupakan nomor baru renang Olimpiade.

Baca juga: McKeon cetak sejarah saat Australia juara 4x100m estafer gaya ganti
Baca juga: Emma McKeon sang pencetak sejarah baru Olimpiade

 

Simone Biles​​​​​​​

Pesenam Amerika Serikat Simone Biles sempat memberi kabar mengejutkan di tengah pergelaran Olimpiade Tokyo untuk mundur dari final tim beregu putri setelah kegagalan yang ia lakukan di babak penyisihan.

Keputusan tersebut diambil setelah ia mengungkapkan bahwa ia tengah berjuang dengan kondisi kesehatan mentalnya dan mengatasi serangan “twisties” atau kendala mental ketika seseorang mengalami serangan kehilangan orientasi.

Biles juga memutuskan mundur dari tiga nomor lainnya di Tokyo. Namun pesenam berusia 24 tahun itu kembali bertanding dan membawa satu medali perunggu dari nomor balok keseimbangan.

Hasil tersebut memang jauh jika dibandingkan dengan pencapaiannya di Rio 2016 ketika ia merebut empat emas dan satu perunggu. Namun Biles yang mengaku tidak yakin bisa kembali berlomba di Tokyo tapi mampu membawa pulang perunggu adalah capaian yang "jauh lebih manis" daripada seluruh emas Olimpiade yang diraih di Rio.

Baca juga: Keterbukaan Biles bisa bantu akhiri stigma seputar kesehatan mental
Baca juga: Simone Biles merasa perunggunya lebih berarti daripada emas
Baca juga: Simone Biles yang akhirnya berhasil atasi 'twisties'

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2021