Pidato kenegaraan itu lebih menekankan titik persoalan pandemi dan optimisme yang dibangun oleh presiden, kata Ujang saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan bahwa pidato kenegaraan Presiden Jokowi kali ini berbeda jika berkaca pada pidato serupa di tahun-tahun sebelumnya yang didominasi laporan lembaga-lembaga negara.
Kendati demikian, dia menilai bahwa masih belum terlihat roh dalam pidato tersebut yang mampu menggerakkan, memotivasi, dan membawa semangat perubahan.
Di samping pidato, menurut Ujang, sebagian masyarakat Indonesia yang sedang kesulitan akibat terdampak pandemi COVID-19 membutuhkan pendekatan yang lebih konkret.
"(Masyarakat) harus didekati secara psikologis dan sosiologis," ujar Ujang.
Baca juga: Akademisi soroti isu pemberantasan korupsi absen di pidato Jokowi
Baca juga: Pengamat: Penyerapan anggaran kesehatan 2022 perlu diperbaiki
Dia menjelaskan, kebijakan dan peraturan yang nyaman, tidak berubah-ubah, dan bisa dimengerti menjadi pendekatan yang baik secara psikologis bagi masyarakat.
Sementara itu, Ujang mengatakan pendekatan secara sosiologis dapat berupa penanganan pandemi yang benar-benar maksimal sehingga tidak banyak keluhan dari masyarakat yang kehidupannya paling terdampak pandemi COVID-19.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah hal melalui pidato kenegaraannya dalam Sidang Tahunan MPR RI yang digelar di Gedung DPR/MPR RI, Senin (16/8) salah satunya mengenai kebijakan pemerintah yang kerap berubah dalam penanganan pandemi.
Presiden Jokowi menjelaskan bahwa hal itu dilakukan untuk menemukan kombinasi terbaik antara kepentingan kesehatan dan kepentingan perekonomian masyarakat.
"Karena virusnya yang selalu berubah dan bermutasi, maka penanganannya pun harus berubah sesuai dengan tantangan yang dihadapi," kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Pengamat: Presiden tunjukkan kenegarawanannya saat pidato kenegaraan
Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021