Menjadi sehat adalah agenda bersama
Pandemi COVID-19 mengubah drastis tatanan kehidupan masyarakat. Jika awalnya kekhawatiran disrupsi revolusi industri 4.0 menjadi tantangan sulit yang harus dihadapi, nyatanya kehadiran penyakit justru membalikkan semua keadaan.
"Krisis, resesi, dan pandemi itu seperti api. Kalau bisa, kita hindari, tetapi jika hal itu tetap terjadi, banyak hal yang bisa kita pelajari. Api memang membakar, tetapi juga sekaligus menerangi," kata Presiden Joko Widodo saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2021 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Pandemi COVID-19 telah memacu Bangsa Indonesia untuk berubah, mengembangkan cara-cara baru, meninggalkan kebiasaan lama yang tidak relevan, dan menerobos ketidakmungkinan. Masyarakat dipaksa untuk membangun normalitas baru dan melakukan hal-hal yang dianggap tabu selama ini, dari memakai masker, menjaga jarak, tidak bersalaman, dan tidak membuat keramaian, kata Presiden.
Bekerja dari rumah, belanja daring, pendidikan jarak jauh, serta rapat dan sidang secara daring, telah menjadi kebiasaan baru yang dulu masyarakat Indonesia lakukan dengan ragu-ragu.
Selama 1,5 tahun pandemi, ia mengatakan, telah terjadi penguatan yang signifikan dalam perilaku dan infrastruktur kesehatan di Indonesia, dan sekaligus penguatan kelembagaan nasional. Kesadaran, partisipasi, dan kegotongroyongan masyarakat menguat luar biasa. Kelembagaan pemerintahan lintas sektor dan lintas lembaga negara, serta antara pusat dan daerah sampai dengan desa, juga mengalami konsolidasi.
Hal itu, menurut Presiden, membuat kapasitas sektor kesehatan meningkat pesat dan semakin mampu menghadapi ketidakpastian yang tinggi dalam pandemi.
Sementara itu, dari sisi masyarakat, kesadaran terhadap kesehatan semakin tinggi. Kebiasaan mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, telah menjadi kesadaran baru. Gaya hidup sehat, menjaga kebersihan lingkungan, berolahraga, dan mengonsumsi makanan bernutrisi terasa semakin membudaya.
Selain itu, ia mengatakan kesadaran dan antusiasme masyarakat untuk divaksin, memperoleh layanan kesehatan, memperoleh pengobatan, serta saling peduli juga semakin tinggi. Pandemi telah mengajarkan bahwa kesehatan adalah agenda bersama, menguatkan institusi sosial di masyarakat, dan semakin memperkuat modal sosial Indonesia.a
"Penyakit adalah masalah bersama, dan menjadi sehat adalah agenda bersama," ujar Presiden.
Layanan kesehatan di banyak daerah bertambah cukup signifikan, baik dalam hal penambahan kapasitas tempat tidur, maupun fasilitas pendukungnya. Yang sangat mengharuskan dan membanggakan adalah kerja keras dan kerja penuh pengabdian dari para dokter, perawat, dan tenaga kesehatan yang lain, katanya.
Baca juga: KY apresiasi Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi
Baca juga: Pengamat apresiasi pemakaian baju adat Suku Badui oleh Presiden Jokowi
Modal sosial
Sosiolog dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia Imam Prasodjo, menanggapi pidato presiden, mengatakan kalau melihat situasi yang ada di lingkungan, maka yang menjadi pertaruhan adalah kelanjutan kehidupan bangsa. Pandemi COVID-19 tidak sekedar kecerdasan berdasarkan adaptasi di kalangan pemerintah pusat dan daerah, tapi warga secara menyeluruh.
Imam mengatakan ketangguhan menghadapi pandemi di tingkat komunitas seperti perkantoran, tempat ibadah, pasar dan sebagainya perlu ditingkatkan sebab kerap memicu kerumunan yang berpotensi pada penularan virus corona tipe baru tersebut.
Ia menjelaskan ada tiga pilar dalam membangun ketangguhan, pertama, taat pada protokol kesehatan. "Ini paling sulit, mengubah perilaku kita agar disiplin".
Kedua, adalah vaksinasi, karena itu langkah yang paling efektif dan mudah-mudahan vaksinnya tersedia. Pilar ketiga, meningkatkan ketahanan tubuh yang perlu ditunjang melalui pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan program kebun gizi.
Epidemiolog dari Universitas Andalas Defriman Djafri, menanggapi pidato presiden, mengatakan pemerintah harus bisa menyamakan persepsi soal COVID-19 di setiap daerah bila ingin cepat keluar dari masa pandemi melalui tokoh-tokoh adat yang ada di daerah tersebut.
"Sebenarnya pertama menyamakan persepsi dulu. Kalau saya lihat di level bawah, di desa itu persepsinya belum sama. Bagaimana kita menguatkan masyarakat, kalau yang menjadi tokoh atau panutan saja enggak percaya, karenanya ini harus dibangun dulu," ujar Defri.
Menurut dia, apabila pemerintah ingin menyamakan persepsi masyarakat yang masih banyak berbeda di setiap daerah soal COVID-19 dengan memanfaatkan modal sosial yang ada, pemerintah perlu memulai penyuluhan melalui tokoh adat atau orang yang dihormati di suatu daerah.
Baca juga: HUT Ke-76 RI, ketimpangan pelayanan kesehatan masih jadi persoalan
Baca juga: P2G apresiasi komitmen Presiden untuk tetap fokus pembangunan SDM
Insentif nakes
Imam juga menyoroti penyaluran dana insentif tenaga kesehatan yang masih tertunda oleh alur birokrasi di tingkat pemerintah daerah. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah memperingtakan 19 provinsi agar mendorong kabupaten/kota di bawahnya segera memberikan hak-hak dasar dari para tenaga kesehatan yang bekerja.
Imam mengatakan pencairan insentif tenaga kesehatan tersebut ada yang belum mencapai 25 persen dari dana yang telah dialokasikan pemerintah. Dirinya mengapresiasi langkah Kementerian Dalam Negeri dalam mengurai sistem birokrasi yang sempat menghambat distribusi insentif tenaga kesehatan di Bekasi, Jawa Barat.
Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2022 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR RI Tahun Sidang 2021-2022 di Gedung MPR/DPR Jakarta, Senin, mengatakan anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp255,3 triliun, atau 9,4 persen dari belanja negara.
Anggaran tersebut akan diarahkan untuk melanjutkan penanganan pandemi, reformasi sistem kesehatan, percepatan penurunan kekerdilan (stunting), serta kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Untuk penanganan COVID-19, fokus Pemerintah antara lain antisipasi risiko dampak COVID-19 dengan testing, tracing, dan treatment, melanjutkan program vaksinasi serta penguatan sosialisasi dan pengawasan protokol kesehatan, kata Presiden.
Seperti kata Presiden dalam pidatonya, pandemi seperti kawah candradimuka yang menguji, yang mengajarkan, dan sekaligus mengasah. Ujian dan asahan menjadi dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, bukan hanya beban yang diberikan, tetapi ada kesempatan untuk memperbaiki diri untuk menjadi bangsa yang tahan banting, kokoh, dan mampu memenangkan gelanggang pertandingan.
Baca juga: Epidemiolog minta pemerintah samakan persepsi COVID-19 setiap daerah
Baca juga: Presiden tekankan pentingnya Transformasi EBT dan ekonomi hijau
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021