Pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di wilayah Kota Malang, Jawa Timur, mampu menangkap peluang untuk mengembangkan bisnis sepatu di tengah pandemi penyakit akibat penyebaran virus Corona.
Pemilik Gloeshoes Leather Nabella Zya Arofah, di Kota Malang, Jawa Timur, Senin mengatakan, peluang untuk mengembangkan usaha tersebut, terjadi pada saat permintaan sepatu boots musim dingin buatannya mulai sedikit terganggu akibat pandemi COVID-19.
"Permintaan boots untuk musim dingin itu berkurang, karena orang-orang tidak banyak yang liburan ke luar negeri. Kemudian, saya mencoba untuk membuat sepatu boots yang bisa dipergunakan di iklim tropis," kata Nabella, kepada ANTARA.
Nabella menjelaskan, pengembangan bisnis tersebut, merupakan salah satu upaya agar usaha yang dirintisnya itu bisa tetap bertahan di tengah situasi pandemi COVID-19. Ia mengakui, tantangan yang dihadapi akibat pandemi COVID-19 memang tidak mudah.
Menurutnya, agar usaha sepatu buatan dalam negeri yang digelutinya itu bisa bertahan, Ia harus berinovasi untuk menghadirkan produk baru. Beberapa produk yang lahir di tengah pandemi COVID-19 itu antara lain adalah sepatu heels, sepatu kantor, sepatu hak datar (flat shoes), dan lainnya.
"Saya harus fokus pada usaha ini, dan berinovasi untuk membuat model lain. Usaha itu akhirnya malah berkembang karena ada pandemi COVID-19," katanya.
Ia menambahkan, saat ini, usaha sepatu dengan merek Gloeshoes Leather tersebut, mulai berkembang. Bahkan, produk sepatu yang dibuat di rumah sederhana tersebut, bisa melayani sepatu yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan.
Menurutnya, ada sejumlah pelanggan yang memiliki kebutuhan khusus, seperti panjang telapak kaki yang berbeda, termasuk panjang kaki yang berbeda. Semua sepatu buatan Gloeshoes Leather tersebut, dikerjakan dengan tangan.
"Setiap sepatu boots, itu memiliki ukuran berbeda, dan itu mendetil. Lingkar betis masing-masing orang juga berbeda. Kemudian juga ada yang berkebutuhan khusus, seperti kaki yang panjang sebelah, dan lainnya," ujarnya.
Ia tidak menyangka usaha yang digelutinya tersebut saat ini mulai membuahkan hasil. Selain mampu mempekerjakan lima orang perajin sepatu, perempuan berusia 27 tahun itu saat ini mampu meraup omzet puluhan juta setiap bulan.
Rata-rata omzet yang diterima sebesar Rp55 juta, dengan omzet tertinggi mencapai Rp70 juta, dan terendah Rp30 juta per bulan. Harga untuk sepatu yang diproduksinya itu bervariasi, mulai Rp500 ribu hingga Rp1,4 juta untuk boots, dan Rp425 ribu hingga Rp600 ribu untuk flat shoes.
Ia mengaku, usaha yang dimulai sejak 2019 tersebut membutuhkan modal kurang lebih mencapai Rp50 juta. Modal tersebut dikumpulkan Nabella pada saat ia menjadi penjual (reseller) sepatu yang bukan miliknya.
Saat itu, Ia menjual sepatu buatan Bandung secara daring. Uang hasil penjualan sepatu tersebut, ia kumpulkan sedikit demi sedikit untuk dijadikan modal awal untuk membuka usaha produksi sepatu dengan merek Gloeshoes Leather itu.
"Untuk modal awal, karena awalnya saya reseller, itu benar-benar nol rupiah. Dulu saya membuka pesanan sepatu, kemudian saya putar (uangnya) untuk membuat model baru, dan akhirnya terkumpul," ujarnya.
Gloeshoes Leather merupakan salah satu UKM yang ikut pada program Gerakan Nasional Bangga Buatan indonesia (Gernas BBI). Gelaran pameran industri kreatif UMKM BRIlianpreneur, dengan tema Lokal Keren Jatim itu, diharapkan mendorong promosi usaha yang dimilikinya.
Saat ini, pasar sepatu buatan perajin yang ada di Kota Malang, Jawa Timur itu, dipasarkan melalui akun Instagram. Meskipun hanya berbekal pemasaran melalui akun Instagram, sepatu buatan Indonesia itu, juga diminati pasar mancanegara, seperti Malaysia, dan Singapura.
Baca juga: Pelaku usaha harapkan Gernas BBI dorong promosi produk UKM
Baca juga: Erick Thohir ingin UMKM Jatim disukai dan dicintai konsumen global
Baca juga: Gernas BBI diharapkan bisa berkelanjutan dukung UMKM lokal
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021