Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menekankan pentingnya persatuan dalam merawat Kemerdekaan Republik Indonesia, terutama dengan cara melawan segala bentuk penjajahan.
Menurut dia, kemerdekaan yang "mahal harganya" penting untuk dirawat dengan cara bersatu-padu melawan segala bentuk penjajahan gaya baru, yaitu penjajahan sosial-budaya dengan serangan dekadensi moral melalui berbagai media.
"Penjajahan ekonomi dalam bentuk jeratan utang, penjajahan dalam bentuk pandemi COVID-19 termasuk juga penjajahan ideologi komunisme yang berusaha dinormalisasi oleh sebagian kalangan. Kita berkewajiban melawan penjajahan Israel terhadap Palestina karena Palestina adalah negara sahabat yang sejak awal telah diperjuangkan hak-haknya oleh Presiden Soekarno," kata Hidayat Nur Wahid dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Wakil Ketua MPR salurkan bantuan kepada veteran
Hal itu disampaikan Hidayat dalam acara Doa Bersama untuk Keselamatan Negeri, menyongsong peringatan HUT Kemerdekaan RI. Acara tersebut diselenggarakan secara virtual oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Jakarta Pusat, Minggu (15/8).
Dia menegaskan kembali nilai historis dari jasa para ulama dalam memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan RI sebagaimana semangat Alquran yang menegaskan nilai penting sejarah bagi kemajuan peradaban.
Karena itu, menurut dia, tidak dipungkiri bahwa slogan Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) harus dibuktikan dengan tindakan nyata seperti merawat catatan emas sejarah para ulama dan umat Islam yang bersama para pejuang dari berbagai kalangan dan latar belakang agama/organisasi memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
"Maka seharusnya kita juga Jas Hijau, yaitu Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama, Umara, dan Umat," ujarnya.
Baca juga: HNW: Segera luncurkan bansos untuk anak yatim/piatu korban COVID-19
Dia mengingatkan pentingnya menempatkan secara utuh catatan historis jasa ulama, umara, dan umat Islam bagi Kemerdekaan Indonesia.
HNW mencontohkan para ulama dan santri dari beragam latar belakang ormas seperti NU, Muhammadiyah, PUI, Persis, dan Orpol Islam, yaitu Syarikat Islam, PII, Masyumi, serta para habib seperti Habib Ali Kwitang, Habib Idrus alJufri, Habib Husain alMutahar dan para Santri menjadi yang terdepan dalam menghadirkan dan mempertahankan Kemerdekaan RI.
"Juga para umara seperti Sultan Hamengku Buwono IX, sebagaimana para Raja Mataram dan Yogyakarta sebelum menyandang gelar Khalifatullah ternyata totalitas memperjuangkan dan mempertahankan Republik Indonesia yang baru lahir, salah satunya dengan menggabungkan Kerajaan Mataram kepada RI dan menyumbangkan 6 juta gulden kepada Pemerintah RI," katanya.
Selain itu, menurut dia, ada Sultan Syarif Kasim II yang menggabungkan Kesultanan Islam Siak kepada RI dan memberi hibah sebesar 13 juta gulden, lada Sultan Syarif Hamid al Qadri II di Pontianak yang gabungkan kerajaannya ke RI dan sumbangkan 300 senjata serta meriam mendukung Kemerdekaan Indonesia.
Dia menegaskan bahwa persatuan yang dicontohkan para ulama, habib dan umara bersama pejuang-pejuang bangsa merupakan pelajaran terpenting pada masa sekarang.
Baca juga: HNW usulkan bantuan khusus bagi anak yatim piatu akibat COVID-19
Menurut dia, semua catatan sejarah emas itu membuktikan bahwa para umat Islam bersatu dalam rangka memenangkan perjuangan bersama pejuang-pejuang kebangsaan lainnya.
"Karenanya pelajaran tersebut menjadi semakin relevan bagi para ulama dan umat pada hari ini yaitu agar kita tidak terpecah-belah dan semakin kokoh merawat kemerdekaan bangsa yang terwujud ‘Atas berkat rahmat Allah SWT’. Sebagaimana termaktub pada alinea ketiga Pembukaan UUD NRI 1945," katanya.
Menurut dia, apabila dahulu para ulama dan umat bersatu-padu melawan ancaman Republik Indonesia seperti komunisme, maka saat ini tidak kalah penting adalah menjaga agar sejarah tersebut tidak diputarbalikkan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021