Ketua DPR RI Puan Maharani punya alasan tersendiri memilih baju adat BaliIni baju saya sendiri, nggak ada desainer. Saya yang pilih kainnya. Ini kain Bali sidemen
Puan dalam keterangannya, Selasa, mengatakan ia memilih busana Payas Agung Bali sebagai penyemangat bagi masyarakat Bali untuk kembali bangkit dan terus berjuang di tengah pandemi ini.
“Ini baju saya sendiri, nggak ada desainer. Saya yang pilih kainnya. Ini kain Bali sidemen,” kata Puan.
Berbeda ketika menghadiri Sidang Tahunan MPR, pada upacara detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka Jakarta, hari ini, Puan memilih baju adat Bundo Kanduang, asal Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat.
Baca juga: Puan kenakan pakaian adat Sumbar di Upacara Peringatan Kemerdekaan
Puan mengatakan pemilihan baju adat tersebut memiliki pesan dan filosofi tersendiri.
Khusus untuk baju adat Payas Agung Bali yang dikenakan oleh Puan Maharani saat menghadiri Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD tahun 2021 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara pada Senin (16/8) merupakan upaya untuk mengingatkan semua agar bergotong royong membangkitkan pariwisata Bali.
Payas Agung adalah satu dari tiga pakaian adat Bali selain Payas Madya, dan Payas Alit. Tiap jenisnya memiliki peruntukan yang berbeda saat penggunaannya. Payas Agung biasanya dikenakan saat acara penting dan upacara keagamaan.
Puan mengaku tidak ada desainer khusus yang membantunya memilih busana untuk acara kenegaraan tersebut. Ia hanya menggunakan pakaian koleksi pribadi.
Puan mengatakan pemilihan busana dalam acara kenegaraan mengandung filosofi tentang perlunya upaya untuk menyeimbangkan peraturan dan misi menyelamatkan ekonomi.
Baca juga: Puan hadiri Sidang Tahunan gunakan pakaian adat Bali
“Harus ada aturan yang jelas, disosialisasikan dengan baik. Pemerintah harus terkoordinasi, satu suara sehingga tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat,” kata Puan.
Oleh karena itu, sehari sebelum Hari Ulang Tahun ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia Puan Maharani sempat berpesan agar pemerintah mengantisipasi berbagai konsekuensi sosial dan ekonomi di balik kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, utamanya di kawasan yang bertopang pada sektor pariwisata seperti di Bali.
Ada kurang lebih 5.000 hotel di Bali, lebih dari separuhnya terpaksa tutup dalam setahun terakhir.
Hotel yang tetap buka, hanya memiliki tingkat hunian rata-rata 5 persen. Sekitar 300.000 pekerja hotel dan restoran dirumahkan. Demikian pula dengan 75.000 pekerja sektor transportasi dan 360.000 pekerja industri pendukung lainnya.
Tercatat lebih dari separuh perekonomian Bali ditopang oleh industri pariwisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Bali turun hingga 12,28 persen pada kuartal III-2020, dan kontraksi 12,21 persen pada kuartal IV-2020 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019 (year on year/yoy).
Secara kumulatif, ekonomi Bali sepanjang 2020 mengalami kontraksi 9,31 persen yoy dan hal ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah.
Baca juga: Aan Ibrahim: Jokowi mempesona kenakan busana adat Lampung Pepadun
Baca juga: Baju adat Badui dan diplomasi kultural ala Jokowi
Baca juga: Pengamat apresiasi pemakaian baju adat Suku Badui oleh Presiden Jokowi
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021