“Rehabilitasi mangrove ini bukan sekedar program, bukan soal proyek tapi soal komitmen,” ujar Hendra dalam acara diskusi Pojok Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dipantau virtual dari Jakarta pada Rabu.
Revitalisasi mangrove, tegas peneliti konservasi keanekaragaman hayati pada badan di bawah KLHK itu, membutuhkan komitmen jangka panjang yang tertanam dalam karakter dan watak masyarakat.
Baca juga: BRGM: Rehabilitasi mangrove dapat dongkrak penghasilan masyarakat
Untuk menanamkan karakter cinta mangrove, yang merupakan bagian dari ekosistem karbon biru yang dapat menyimpan dan menyerap karbon dalam kapasitas besar, dapat dilakukan dengan masuk ke dalam kurikulum sekolah.
Karbon biru sendiri adalah istilah yang dipakai untuk karbon yang terasingkan, disimpan atau dihasilkan ekosistem laut dan pesisir, termasuk hutan mangrove, lamun dan rawa pasang surut. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kawasan mangrove yang luas memiliki potensi memanfaatkan karbon biru sebagai langkah mitigasi perubahan iklim.
Terkait masuknya kurikulum karbon biru, Koordinator Pengembangan Kurikulum Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristek) Yogi Anggraena dalam diskusi yang sama mengatakan isu perubahan iklim diharapkan dapat disampaikan selain melalui mata pelajaran yang ada bisa juga melalui projek atau kokurikuluer menunjang pelajaran sesuai karakteristik daerah masing-masing.
Dia memberi contoh bagaimana dalam rancangan pengembangan secara terbatas di Program Sekolah Penggerak sudah mulai membahas isu terkait perubahan iklim.
“Tinggal bagaimana mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat selaras dengan wilayahnya,” kata Yogi.
Baca juga: 464 Pokmas restorasi gambut sudah terbentuk di Riau 2021
Baca juga: Masyarakat-pemerintah Desa Manyampa kibarkan bendera di hutan mangrove
Baca juga: BRGM libatkan masyarakat dalam kegiatan restorasi gambut dan mangrove
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021